Jumat, 23 Desember 2011

Dampak Globalisasi Terhadap Upaya Mewujudkan Cita � cita Kemandirian Perekonomian Nasional
.
Oleh Sulastomo
Catatan redaksi- Naskah ini adalah bahan ceramah Sdr Sulastomo di kantor Sekretariat Wakil Persiden RI, pada tanggal 14 November yang lalu. Kami muat untuk pembaca, semoga bermanfaat.

Tema yang kita bicarakan hari ini, adalah sebuah tema yang sedang banyak dibicarakan di banyak negara. Semua negara, dewasa ini, sedang bergulat untuk membicarakan tema ini. Dampak globalisasi, bagi perekonomian nasional. Sebab, mau tidak mau, perekonomian semua negara akan terkena dampak globalisasi, baik positif maupun negatifnya.

Dalam hubungan ini, kita juga harus menyadari, bahwa setiap negara mempunyai kepentingannya sendiri, yang tentu saja bisa berdampak merugikan kepentingan negara lain. Globalisasi, dengan demikian dapat menjadi ajang adu kepentingan, konflik bahkan perang baru, perang di zaman pasca-perang dingin, yang tidak memerlukan kekuatan militer. Sebagian, sudah mengatakan sebagai momentum lahirnya kolonialsime baru, penjajahan baru dari aspek perekonomian. Sebab, kepentingan ekonomi itulah yang sesungguhnya menjadi motivasi lahirnya kolonialisme itu. Di sinilah relevansi perlunya kemandirian di bidang perekonomian.

Memahami globalisasi

Globalisasi adalah fenomena pasca perang dingin, antara Blok Barat (Kapitalisme, yang dipimpin AS) dan Blok Timur (Komunisme, yang dipimpin Uni Soviet), yang memisahkan manusia dengan manusia lainnya, atau bangsa dengan bangsa lainnya, sehingga kita sekarang hidup di alam tanpa batas. Sekat � sekat itu, secara fisik, antara lain ditandai dengan runtuhnya tembok Berlin, yang kemudian disertai bebasnya lalu lintas barang, jasa dan nilai � nilai ideologi, ekonomi, politik dan sosial budaya.

Dengan runtuhnya Uni Soviet sebagai fegara adikuasa, telah menampilkan Amerika Serikat sebagai satu � satunya negara adikuasa di era globalisasi. Dapat dipahami, bahwa peran AS adalah sangat besar (terbesar?) di era globalisasi. Karena itu, globalisasi, oleh Thomas Friedman, seorang wartawan senior the New York Times, penulis buku tentang globalisasi yang berjudul Lexus and the Olive Tree, 2000), globalisasi juga dikatakan sebagai Americanization

Menurut Thomas Friedman, globalisasi memiliki tiga dimensi. Dimensi ideologi adalah kapitalsime, dimensi ekonomi adalah pasar bebas dan dimensi teknologi adalah teknologi informasi. Fenomena ini, tulis Friedman, mengharuskan kita menyesuaikan diri dengan era yang baru itu. Kita harus memakai baju baru, menggantikan baju lama, bajunya Mao atau pun Nehru, yang dikatakannya sebagai �the golden straitjacket� . Setiap negara, harus menyesuaikan diri dengan era baru dan harus berusaha secara bertahap menerapkan prinsip � prinsip globalisasi.

Di bidang ekonomi, prinsip � prinsip baru itu adalah:

Menempatkan sektor swasta sebagai andalan pertumbuhan ekonomi, mempertahankan inflasi pada tingkat yang rendah, dan mempertahankan stabilisasi barang dan jasa, mengurangi peran birokrasi, mempertahankan anggaran berimbang dan surplus, menghapus atau menurunkan tarif impor, menghapus segala bentuk hambatan investasi LN, membebaskan segala bentuk kuota dan monopoli, meningkatkan ekspor, memprivatisasi segala bentuk usaha industri, barang dan jasa dan diperjual � belikan di pasar modal, termasuk kepada investor asing secara langsung, deregulasi ekonomi untuk membuka peluang kompetisi, memberantas korupsi di lingkungan birokrasi, membuka sistem perbankan dan telekominunikasi pada kepemilikan sektor swasta, memberi peluang kepada setiap warga negara untuk memilih sistem pensiunnya berdasar kompetisi, termasuk yang diselenggarakan pihak asing.

Prinsip � prinsip seperti itu, menjadi wahana hubungan perekonomian antar-bangsa, baik bilateral maupun multilateral, serta oleh lembaga � lembaga internasional, baik PBB, Bank Dunia, IMF maupun WTO.

Apabila kita telah dapat melaksanakan semua itu, maka akan terjadi demokratisasi untuk memperoleh teknologi, demokratisasi keuangan dan demokrasi untuk memperoleh informasi. Kondisi ini akan memberi peluang yang sangat luas dalam bidang ekonomi. Namun, pilihan ideologi menjadi terbatas, antara pepsi dan cola tulis Friedman. Dampaknya, akan terjadi kesenjangan ekonomi, baik internal suatu negara, regional maupun global. Mengapa ?

Berkat globalisasi, pemain bola basket Chicago Bull pendapatannya mencapai US $40 juta pertahun. Sebabnya, karena T-shirtnya dibeli anak � anak di seluruh dunia, dari Moskow sampai Jakarta. Demikian juga restoran �Mc Donald� . Berapa pajak mereka yang masuk ke kas Negara AS? Sebagian, dibayar oleh anak � anak dari seluruh dunia itu, termasuk Indomesia.

Dengan kenyataan seperti itu, globalisasi bisa merupakan peluang untuk maju, sekaligus mala - petaka, apabila kita tidak dapat mengelola globlasiasi dengan baik. Selain kesenjangan ekonomi yang semakin lebar, ketergantungan pada asing juga akan semakin luas. Sebab, dengan upaya apa pun, dengan prinsip � prinsip globalisasi seperti itu tidak akan mudah bagi negara berkembang memiliki kemampuan daya kompetisi yang seimbang dengan negara maju.

Karena itu, Joseph Stiglitz , mantan penasihat ekonomi presiden Clinton dan pemegang hadiah nobel ekonomi menyarankan, agar negara berkembang menerapkan prinsip � prinsip globalisasi secara bertahap dam memiliki strategi untuk mengelola globalisasi, sehingga dampak negatifnya, khususnya tumbuhnya kesenjangan yang semakin lebar, dapat dieliminir sekecil mungkin.

Dengan kenyataan seperti itu, barangkali ada baiknya kita mencermati apa yang dilakukan negara lain, di dalam mengelola globalisasi, agar tetap eksis dan bahkan dapat berkembang, baik yang dilakukan oleh negara maupun usaha swasta.

Peningkatan daya saing

Dengan kenyataan sebagaimana dikemukakan di atas, kemampuan daya saing setiap bangsa, dan bahkan setiap usaha, adalah syarat utama untuk dapat tetap eksis. Sebagaimana digambarkan oleh Thomas Friedman, yang menggambarkan negara berkembang sebagai the olive tree (pohon zaitun ) dan negara maju sebagai Lexus (nama sebuah merk mobil Jepang) , pohon zaitun itu akan dilindas oleh lexus, apabila tidak memiliki akar yang kuat. Upaya untuk menumbuhkan akar yang kuat, dengan demikian harus pusat perhatian kalau kita hendak mandiri, mencita � citakan perekonomian nasional yang mandiri.

Upaya seperti itu, bisa dilakukan oleh sebuah negara secara mandiri atau bekerja sama dengan negara lainnya. Potensi negara itu merupakan syarat yang sangat penting dalam menumbuhkan daya saing setiap negara.

RRC dan India adalah model negara yang mampu secara mandiri eksis di era globalisasi. Demokrasi di India dan Reformasi di China sejak Deng Xiao Ping melancarkan gagasan reformasinya (1979), telah menempatkan kedua negara itu memiliki potensi perekonomian yang mandiri. Kebijakan Deng Xiao Ping yang membuka perekonomian China, meskipun politik tetap ketat, telah melahirkan pertumbuhan yang tinggi setiap tahun. Pada tahun 2025 atau 2030, apabila pertumbuhan ekonomi tetap tinggi, terkadang di atas 10% pertahun, GDP China sudah akan melampaui GDP AS. Pertanyaan yang selalu timbul mencermati pertumbuhan ekonomi China adalah, mungkinkah model China, terbuka di sektor perekonomian, dengan tetap mempertahankan sistem politik yang ketat itu bertahan? Dari aspek ini, pertumbuhan perekonomian India akan lebih berkelanjutan. Kedua negara itu, mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar, yang tentu saja berarti potensi ekonomi yang sangat besar, setidaknya sebagai pasar barang dan jasa industrinya.

Model kerjasama antar-negara di era globalisasi yang menarik adalah Uni Eropa. Sejak Winston Churchil menyampaikan gagasan perlunya Eropa yang bersatu di akhir perang dunia ke II, Uni Eropa telah menjadi wadah bersatunya 25 negara Eropa. Secara bertahap, Uni Eropa telah memiliki Parlemen Eropa, mata uang Eropa (euro ), membuka batas negara bagi lalu lintas barang, jasa dan warganya, yang tentu saja akan meningkatkan efisiensi dan memperluas pasar bagi jasa dan barang industri setiap negara anggotanya. Sekarang sedang melangkah ke Konstitusi Eropa, yang statusnya di atas Konstirusi masing � masing negara. Meskipun belum seluruhnya dapat diwujudkan, keberadaan Uni Eropa telah berhasil meningkatkan daya saing Eropa dan anggotanya di era globalisasi. Contoh yang kasat mata adalah keberhasilan Airbus industry yang didukung oleh berbagai negara Eropa, telah berhasil mengakhiri dominasi AS dalam industri penerbangan sipil.

Model kerjasama antar-negara, juga tumbuh di kawasan lain, termasuk ASEAN. Motivasi utama adalah kepentingan ekonomi. Meningkatkan efisiensi dan kemampuan daya saing setiap negara dan regional, melalui terbukanya lalu � lintas jasa, barang dan warganya, sehingga membuka peluang perluasan pasar bagi industri setiap negara. Kerjasama antar-negara di satu pihak dan keterbukaan ekonomi antara negara di lain pihak, sudah merupakan kecenderungan dunia. Kalau hapusnya batas regional ternyata mampu menumbuhkan daya saing regional dan negara anggotanya, mengapa tidak diperluas sehingga mendunia (globalisasi), sehingga lahirlah dunia tanpa batas, tanpa sekat batas negara , khususnya di bidang ekonomi?

Fenomena seperti itu, memang lebih cepat ditangkap oleh dunia usaha , dunia swasta, yang tentu saja memiliki daya lentur yang lebih besar dibanding negara. Lahirlah berbagai perusahaan yang melakukan kerjasama operasi, kepemilikan silang bahkan merger. Contohnya antara KLM (maskapai penerbangan / flag carrier Belanda) dan Northwest Airlines (maskapai penerbangan swasta AS) yang melakukan kerjasama operasi. Atau antara Mercedez Benz ( Jerman ) dan Chrysler (Amerika). Tujuannya, adalah efisiensi operasi perusahaan dan perluasan pasar. Demikian juga antar-perusahaan penerbangan anggota Uni Eropa, yang bekerjasama di dalam bidang IT ( information technology ). Dampaknya, juga akan menguntungkan konsumen, yang akan memperoleh barang dan jasa yang lebih murah.

Semua itu disebabkan oleh perkembangan teknologi, yang membuka peluang segala sesuatu, bergerak cepat dan semakin cepat yang memungkinkan efisiensi yang sangat luar biasa. Mau tidak mau, dunia akan semakin padat modal/ capital intensive dan padat teknologi/ technology intensive. Pendekatan padat karya/ labour intensive akan semakin terdesak. Di sinilah banyak negara yang sedang berkembang sering dihadapkan pada masalah yang sangat dilematis.

Globalisasi Produksi

Perusahaan multinasional atau yang biasa disebut dengan MNC merupakan wajah yang paling umum dari fenomena globalisasi yang mana didefiniskan sebagai perusahaan yang beroperasi di dua atau lebih negara. MNC adalah sumber harapan dan janji bagi mereka yang mencari kontrol terhadap power globalisasi ekonomi dengan tujuan pembangunan dan juga sumber ketakutan dan oposisi bagi mereka yang memandang globalisasi sebagai ancaman bagi kedaulatan negara.
Bangkitnya Produksi Global
Tidak ada yang baru terkait investasi asing atau produksi internasional. Pada abad 16 perusahaan perdagangan ter-charter telah melakukan fasilitas produksi asing sebagaimana perusahaan pada abad-abad selanjutnya dengan alasan yang sama – internasionalisasi perusahaan sebagai alat mengekonomikan transaksi berkala yang terjadi di lokasi tertentu ataupun guna mengakses bahan mentah tertentu atau pasar.
Berdasarkan sejarah, produksi internasional bukanlah sesuatu yang baru namun merupakan sesuatu yang besar dan tingkat fragmentasi dalam rantai nilai global adalah baru. Ada beberapa cara dalam mengukur pertumbuhan produksi global. Salah satunya adalah mengukur peningkatan FDI. Singkatnya mayoritas FDI adalah konsolidasi aktivitas kerjasama – perusahaan besar diambil alih oleh korporasi yang lebih besar – yang merupakan peningkatan pasar global bagi perusahaan. Kendati FDI mrepresentasikan elemen penting produksi global, ia hanya mengukur produksi global yang terjadi di bawah kepemilikan asing dan mengabaikan produksi outsourcing. Singkatnya, outsourcing adalah rekolasi tugas dari satu perusahaan ke lainnya dan keduanya biasanya terpisah dalam kepemilikan (Sako, 2006: 503). Sayangnya sangat sulit menentukan nilai outsourcing dari data perdagangan umum. Satu kemungkinan cara adalah dengan mengukur perdangan barang intermediet (bukan barang mentah dan juga barang jadi).
Dalam globalisasi produksi politik memainkan peran kunci dalam perluasan. Liberalisasi perdagangan adalah syarat kritis bagi globalisasi produksi. Ketika batasan perdagangan tinggi, MNC akan berinvestasi ke luar guna mengakses pasar asing namun akan ragu ketika porsi relokasi rantai nilai harus terintegrasi dengan aktivitas global lainnya maka fragmentasi rantai nilai membutuhkan adanya barrier yang rendah tarif.
Salah satu dari perubahan yang terjadi adalah transportasi yang mana telah mengurangi biaya produksi dan memberi kemudahan untuk mendistribusi barang. Jika inovasi dalam hal pengiriman barang, yaitu dengan menggunakan kontainer-kontainer besar mengurangi secara drastis biaya transportasi, revolusi digital memungkinkan perangkat-perangkat komputer mendapat tempat dalam menunjang peradaban manusia dewasa ini, sampai tahun 1960-an perangkat komputer terdiri dari berbagai komponen independen yang terpisah, sehingga apabila terdapat terobosan teknologi pada salah satu komponen maka harus ada perubahan secara menyeluruh untuk membuat sebuah komputer yang sama sekali baru, yang mana dalam komputer tersebut komponen yang baru dapat cocok berfungsi dengan komponen-komponen yang lain, meskipun komponen yang lain tidak mengalami kemajuan berarti, metode semacam ini tentulah tidak praktis dan menghambat penyebaran masal dari perangkat elektronik, hal ini berubah pada tahun 1961 ketika IBM melakukan revolusi yang mana mereka membuat sebuah perangkat komputer yang terdiri dari komponen-komponen yang terintegrasi dalam sebuah sistem tertentu, pergantian komponen tidak membutuhkan pergantian sistem secara keseluruhan karena semua komponen-komponen yang ada dibuat dalam suatu desain khusus yang mana menjadi dasar dalam pembuatan komponen-komponen selanjutnya sehingga meskipun ada komponen yang baru, komputer tersebut dapat dipastikan tetap dapat berfungsi dengan baik jika komponen yang baru dipadukan dengan komponen-komponen yang lama, inovasi ini dapat diterima dan menyebar luas ke seluruh dunia sehingga semakin mendorong kemajuan teknologi karena banyak perusahaan-perusahaan elektronik lain yang juga mengadopsi inovasi tersebut, saat ini dicontohkan kita dapat memotret dengan kamera digital buatan Canon, memindahkannya untuk dilihat dalam komputer buatan Acer, dan mencetaknya dengan printer buatan Epson. Inovasi-inovasi dalam hal digital yang membantu tugas-tugas manusia, ditunjang oleh perkembangan metode komunikasi  untuk menyebarluaskannya inilah yang menjadi kunci dalam proses Globalisasi, disebutkan pula bahwa kemajuan tersebut mengubah metode produksi dimana saat ini proses produksi dapat terjadi di beberapa tempat yang berjauhan namun tetap terintegrasi dalam suatu kesatuan, pembuatan beberapa komponen dapat terjadi di suatu tempat, dan komponen-komponen yang lain dibuat di tempat lain selama produk yang dihasilkan masih di dalam standar yang ditentukan oleh perusahaan pembuatnya, hal ini dilakukan untuk memfasilitasi beberapa hal seperti ketersediaan bahan mentah, mendekatkan kepada konsumen yang dituju, atupun pajak industri yang lebih rendah, yang tentu saja faktor-faktor seperti ini tidak mungkin dilewatkan begitu saja oleh perusahaan yang berorientasi mencari profit, singkatnya proses produksi menjadi semakin bertambah efektif dan efisien seiring dengan perkembangan-perkembangan teknologi komputer, komunikasi, dan transportasi sehingga seakan-akan membuat jarak dan waktu bukan menjadi penghalang lagi untuk membuat produk-produk dengan kuantitas dan kualitas yang semaksimal mungkin untuk bersaing di pasar global.
Rantai Nilai Global: Tata Kelola dan Lokasi
Untuk memahami implikasi dari rantai nilai global, penting kiranya untuk memahami perbedaan antara tata kelola (bagaimana mengkoordinasikan aktivitas) dan lokasi (di mana melokasikan suatu tindakan). Kendati keduanya saling berhubungan dekat, mereka tetap harus dipisahkan dalam pengertiannya.
Tata Kelola
Istilah “governance” disini mengacu kepada bagaimana proses-proses produksi yang terfragmentasi tersebut dikoordinasi (Jessop 1998: 29). Disebutkan bahwa koordinasi yang baik diperlukan untuk membuat industri global dijalankan seakan-akan sebagai sebuah industri domestik, karena lebih mudah bagi suatu perusahaan untuk melakukan sendiri semua proses daripada jika harus bekerjasama dengan pihak lain, karena proses-proses dalam menjalin kerjasama dengan pihak lain diluar perusahaan tentunya membutuhkan biaya ekstra, belum lagi jika menyangkut kepercayaan dan persaingan. Bagaimana sebuah negara masuk kedalam ekonomi global juga penting, karena negara adalah faktor yang menentukan siapa saja yang mendapatkan keuntungan dari globalisasi dalam 3 aspek yang berbeda yaitu distribusi keuntungan diantara perusahaan-perusahaan, kapabilitas yang dapat dikuasai suatu perusahaan, dan besarnya pengaruh dari kebijakan yang dikeluarkannya. Yang pertama adalah distribusi keuntungan, dimana disini disebutkan barrier ekonomi dari negara mempengaruhi distribusi tersebut, barrier yang rendah akan menyebabkan berkurangnya keuntungan karena meningkatnya persaingan, begitu juga sebaliknya, disini perusahaan yang memiliki kelebihan intangible seperti desain, brand, dan marketing dapat terus menjaga posisinya dalam persaingan karena kelebihan-kelebihan tersebut tidak dapat dengan mudah ditiru atau disamai oleh perusahaan lain. Yang kedua adalah intervensi negara dapat mempengaruhi daya saing suatu perusahaan, hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan fungsi yang dijalankan perusahaan, kompleksitas produk yang dihasilkan, ataupun meningkatkan teknologi yang digunakan dalam proses produksi.
Lokasi
Aktivitas di dalam rantai nilai global dapat diurus/diperintah dengan bidang mekanisme, mencakup koordinasi pasar, berbagai format koordinasi jaringan, dan koordinasi hirarkis. format penguasaan rantai nilai adalah suatu faktor penentu kunci bagaimana power dan laba dibagi-bagikan di antara para aktor kunci di dalam rantai nilai (value chain).
Menurut paradigma eklektik milik Dunning, perusahaan akan terlibat dalam FDI ketika ada keuntungan spesifikasi perusahaan, keuntungan spesifikasi lokasi, dan keuntungan internalisasi. Disini yang akan dibahas adalah kunci dimensi kedua dari rantai nilai yaitu spesifikasi lokasi. Keputusan tentang penguasaan suatu rantai nilai apakah itu masuk akal untuk membuat atau membeli produk dan jasa tertentu, sebagai contoh – tidak perlu berhubungan dengan keputusan tentang lokasi. Jika suatu perusahaan memutuskan bahwa hal tersebut dapat bersandar pada hubungan pasar kepada sumber masukan tertentu itu berarti bahwa hal tersebut lebih dapat ‘membeli’ daripada ‘membuat’, hal tersebut juga dapat meng-outsourcing produksi kepada perusahaan lain atau dapat dijalankan dengan  produksi lepas pantai oleh suatu perusahaan luar negeri.(Sako 2006: 503)
Pendekatan evolusioner ini menangkap kunci dinamika mengarahkan investasi asing di dunia yang mana kekuatan teknologi dan inovasi produk sangat terkonsentrasi serta perubahannya pun lamban dan tidak terduga tetapi Mitchell Bernard dan John Ravenhill (1995) mengatakan bahwa pendekatan-pendekatan ini memiliki beberapa kesulitan dalam menjelaskan ekonomi global di jaman kontemporer. Dan inilah yang pada akhirnya menjadi kelemahan dari pendekatan ini.
Cara lain untuk menjawab pertanyaan bagaimana lokasi dapat mengarahkan produksi global adalah dengan mempertimbangkan keuntungan-keuntungan yang dicari oleh sebuah perusahaan pada segala tempat. Beberapa dari keuntungan ini adalah jelas dan nyata seperti, sumber daya alam, pasar baru, tenaga kerja berupah ringan, tetapi mereka juga melibatkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kultur, bahasa, atau politik dari daerah tertentu. Motivasi ‘the drivers’ (si pengarah) investasi merupakan salah satu bentuk keuntungan dari location-specific dari paradigma eklektik milik Dunning.
Pendekatan tradisional dalam ekonomi politik di era kontemporer telah berfokus kepada nation-state, serta menjelaskan pendapatan ekonomi sebagai hasil hubungan antara institusi domestik, pola kebijakan industri, dan aktor sosial.
Poin terpenting dari perspektif produksi global adalah bahwa perusahaan multinasional mempunyai potensi untuk mengakses keuntungan-keuntungan dari semua sistem, dan dalam pelaksanaannya mereka dapat mengganti kerugiannya di rumah.
Walaupun institusi-institusi nasional adalah sangat penting dalam membentuk pola umum dari koordinasi ekonomi di dalam suatu ekonomi, suatu fokus eksklusif atas nation state menyatakan unit analisa dapat mengaburkan sebanyak yang diungkapkan sebelumnya.
Gereffi dkk berargumen bahwa organisasi suatu rantai nilai global akan bertukar-tukar menurut kompleksitas transaksi inter-firm, tingkat derajat bagi kompleksitas ini dapat disusun, dan tingkat yang mana para penyalur mempunyai kemampuan yang diperlukan untuk menemukan kebutuhan para pembeli
Ketika mempertimbangkan penempatan bagian-bagian berbeda dari rantai nilai, perusahaan harus mempertimbangkan ongkos produksi serta kelemahan dan kelebihan yang kompetitif baik negara-negara maupun daerah.

Proses Terjadinya Globalisasi

PROSES TERJADINYA GLOBALISASI

PROSES TERJADINYA GLOBALISASI
Banyak sejarawan yang menyebut globalisasi sebagai fenomena di abad ke-20 ini dapat dihubungkan dengan bangkitnya ekonomi internasional. Padahal interaksi antarbangsa di dunia telah ada selama ber abad-abad. Bila di telusuri benih-benih globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai mengenal perdagangan antar negri sekitar tahun 1000 dan 1500 SM. Saat itu, para pedagang dari cina dan india mulai menelusuri negeri lain baik melalu jalan darat(jalan sutera) maupun jalan laut untuk berdagang.
Fase selanjutnya di tandai dengan dominasi perdagangan kaum Muslim di kawasan Asia dan Afrika. Kaum muslim membentuk jaringan perdagangan yang antara lain meliputi cina, jepang , vietnam, indonesia, malaka, india, persia, pantai afrika timur, laut tengah, venesia, dan genoa. di samping membemtuk jaringan dagang, kaum pedagang muslim juga menyebarkan nilai-nilai agamanya, nama-nama, abjad, arsitek,nilai sosial dan budaya arab ke warga dunia.
Fase selanjutnya di tandai dengan eksplorasi dunia secara besar-besaran oleh bangsa eropa. Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda adalah pelopor eksplorasi-eksplorasi ini. hal lain di dukung pula dengan terjadinya revolusi industri yang meningkatkan keterkaitan antarbangsa dunia. berbagai teknologi mulai di temukan dan menjadi dasar perkembangan teknologi saat ini, seperti komputer dan internet. Pada saat itu, berkmbang pula kolonialisasi yang membawa pengaruh besar terhadap difusi(penyebaran) antar kebudayaan dunia.
Semakin berkembangnya industri dan kebutuhan akan bahan baku serta pasar juga memunculkan berbagai perusahaan multinasional di dunia. Di Indonesia misalnya, sejak diberlakukanya politik pintu terbuka, perusahaan-perusahaan di eropa membuka berbagai cabangnya di Indonesia. Freeport dan Exxon dari Amerika serikat, Unilever dari Belanda, British petroleum dari inggris adalah beberapa contohnya. Perusahaan multinasional seperti ini tetap menjadi ikon globalisasi hingga saat ini.
Fase selanjutnya terus berjalan dan mendapat momentumnya ketika perang dingin berakhir dan komunisme di dunia runtuh. Runtuhnya komunisme seakan memberi pembenaran bahwa kapitalism adalah jalan terbaik dalam mewujudkan kesejahteraan dunia. Implikasinya, negara-negara di dunia mulai menyediakan diri sebagai pasar yang bebas. hal ini di dukung pula dengan perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi. Alhasil, sekat-sekat antar negara pun mulai kabur.

Modernisasi dan Globalisasi

A.Pengertian Modernisasi
Modernisasi mungkin merupakan persoalan menarik yang dewasa ini merupakan gejala umum di dunia ini. Kebanyakan masyarakat di dunia dewasa ini terkait pada jaringan modernisasi, baik yang baru memasukinya, maupun yang sedang meneruskan tradisi modernisasi. Secara historis, modernisasi merupakan suatu proses perubahan yang menuju pada tipe sistem-sistem sosial, ekonomi, dan politik yang telah berkembang di Eropa Barat dan Amerika Utara pada abad ke-17 sampai 19. Sistem sosial yang baru ini kemudian menyebar ke negara-negara Eropa lainnya serta juga ke negara-negara Amerika Selatan, Asia, dan Afrika.
Menurut Wilbert E Moore modernisasi mencakup suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta organisasi sosial ke arah pola-pola ekonomi dan politis yang menjadi ciri negara-negara barat yang stabil. Karakteristik umum modernisasi yang menyangkut aspek-aspek sosio-demografis masyarakat dan aspek-aspek sosio-demografis digambarkan dengan istilah gerak sosial (social mobility). Artinya suatu proses unsur-unsur sosial ekonomis dan psikologis mulai menunjukkan peluang-peluang ke arah pola-pola baru melalui sosialisasi dan pola-pola perilaku. Perwujudannya adalah aspek-aspek kehidupan modern seperti misalnya mekanisasi, mass media yang teratur, urbanisasi, peningkatan pendapatan perkapita dan sebagainya.
2. Syarat-syarat Modernisasi
Modernisasi pada hakikatnya mancakup bidang-bidang yang sangat banyak. Syarat-syarat suatu modernisasi adalah sebagai berikut:
a. Cara berpikir yang ilmiah yang melembaga dalam kelas penguasa maupun masyarakat.
b. Sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan birokrasi yang baik, jauh dari KKN, serta semangat kerja yang tinggi.
c. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur dan terpusat pada suatu lembaga atau badan tertentu. Misalnya BPS (Badan Pusat Statistik) yang menjadi sumber data bagi pemerintah.
d. Penciptaan iklim yang favorable (kondusif) dalam masyarakat terhadap modernisasi dengan cara penggunaan alat-alat komunikasi massa.
e. Kedisiplinan yang tinggi, tetapi tidak melanggar HAM warga negara.
f. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial (social planning)
3. Perkembangan Modernisasi
Menurut Cyril Black, masyarakat modern ditandai dengan tumbuh dan berkembangnya ilmu pengatahuan dan teknologi baru yang menambah kemampuan manusia dalam mengungkap rahasia-rahasia dan perubahan-perubahan pada lingkungan alam.
Modernisasi hanya dapat terjadi jika terdapat suatu dorongan. Dorongan-dorongan itu menurut David McCleland adalah sebagai berikut.
a. Pribadi yang memiliki need for achievement, yaitu kebutuhan untuk berprestasi.
b. Perasaan tanggung jawab terhadap masyarakat
c. Memiliki modal yang cukup
d. Memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi
Menurut Alex Inkeles (1965), seorang sosiologi dari Universitas Harvard untuk mencapai modernisasi harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Bersedia menerima gagasan-gagasan baru dan melaksanakan cara-cara baru.
b. Sanggup membentuk atau mempunyai pendapat mengenai sejumlah persoalan yang tidak hanya timbul di sekitarnya, tetapi juga di luarnya.
c. Peka terhadap waktu, serta lebih mementingkan masa kini dan masa mendatang daripada masa lampau.
d. Terlibat dalam perencanaan dan organisasi, serta menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar dalam hidup.
e. Kepercayaan terahadap keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi.
4. Modernisasi Bukan Westernisasi
Westernisasi adalah sikap meniru dan menerapkan unsur kebudayaan Barat apa adanya tanpa diseleksi. Berlangsungnya westernisasi melalui interaksi sosial yang berupa kontak sosial langsung ataupun tidak langsung. Westernisasi dapat berlangsung terutama melalui media cetak dan elektronik, seperti buku, majalah, televisi, video dan internet.
Westernisasi dapat berlangsung pada setiap generasi baik anak-anak, remaja ataupun orang tua yang kurang peka terhadap nilai kepribadian bangsa Indonesia. Westernisasi di kalangan remaja berlangsung lebih intensif sebab pada usia itu, secara psikologis remaja sedang dalam proses mencari nilai yang dianggap lebih baik.
Negara-negara Barat memang lebih maju, tetapi tidak semua kemajuan harus diserap atau cocok diterapkan di Indonesia. Hal itu bukan berarti semua unsur budaya Barat ditolak untuk berkembang di Indonesia, tetapi harus diseleksi dan disesuaikan dengan nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia.
B. Globalisasi
1. Pengertian Globalisasi
Kata “globalisasi” diambil dari kata global, yang berarti universal (mendunia). Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya popular, dan bentuk interaksi yang lain.
Globalisasi memiliki banyak definisi, salah satunya seperti yang dikemukakan oleh Lodge (1991), mendefinisikan globalisasi sebagai suatu proses yang menempatkan masyarakat dunia bisa menjangkau satu dengan yang lain atau saling terhubungkan dalam semua aspek kehidupan mereka, baik dalam budaya, ekonomi, politik, teknologi maupun lingkungan. Dengan pengertian ini globalisasi dikatakan bahwa masyarakat dunia hidup dalam era dimana kehidupan mereka sangat ditentukan oleh proses-proses global.
2. Ciri Globalisasi
Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia.
a. Perubahan dalam konsep ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti telepon genggam, televisi, satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi sedemikian cepatnya, sehingga memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda.
b. Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO).
c. Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, fim, musik, dan transmisi berita dan olahraga internasional). Saat ini kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beranekaragam budaya, misalnya dalam bidang fashion dan makanan.
d. Meningkatknya masalah besama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional dan lain-lain.
3. Proses Terjadinya Globalisasi
Hubungan antarbangsa di dunia telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Bila ditelusuri, benih-benih globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai mengenal perdagangan antarnegara sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat itu para pedagang dari Cina dan India mulai menelusuri negeri lain baik melalui jalan darat maupun jalan laut untuk berdagang.
Fase selanjutnya ditandai dengan dominasi perdagangan kaum muslim di Asia dan Afrika. Kaum muslim membentuk jaringan perdagangan dan menyebarkan nilai-nilai agamanya, nama-nama, abjad, arsitek, nilai sosial dan budaya Arab ke warga dunia.
Fase selanjutnya ditandai dengan eksplorasi dunia secara besar-besaran oleh bangsa Eropa. Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda adalah pelopor-pelopor eksplorasi ini. Hal ini didukung pla denan terjadinya revolusi industri yang meningkatkan keterkaitan antarbangsa dunia.
Semakin berkembangnya industri dan kebutuhan akan bahan baku serta pasar juga memunculkan berbagai perusahaan multinasional di dunia. Di Indonesia, perusahaan Eropa membuka berbagai cabangnya di Indonesia, Freeport dan Exxon dari Amerika Serikat, Unilever dari Belanda British Petroleum dari Inggris adalah beberapa contohnya.
Fase selanjutnya terus berjalan dan mendapat momentumnya ketika perang dingin berakhir dan komunisme di dunia runtuh. Runtuhnya komunisme seakan memberi pembenaran bahwa kapitalisme adalah jalan terbaik dalam mewujudkan kesejahteraan dunia. Implikasinya, negara di dunia mulai menyediakan diri sebagai pasar yang bebas. Hal ini didukung pula dengan perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi. Hasilnya, sekat-sekat antarnegara pun mulai kabur.


Menarik untuk mengaitkan pengaruh antara blog dan sosialisasi untuk pembangunan. Keduanya memiliki potensi dan peranan
Terbitkan Entri
yang bagus dalam kehidupan masyarakat di tingkat daerah. Di satu sisi, pengaruh global merangsek hingga ke pelosok daerah, yang dilumasi teknologi informasi-komunikasi, tengah menarik masyarakat kita untuk menjadi warga global – setidaknya hal ini akan berpengaruh pada aspek ekonomi dan sosial-budaya. Di sisi lain, semangat desentralisasi dalam wujud otonomi daerah tengah kembali menumbuhkan semangat untuk “menjadi lokal”. Dalam kadar tertentu, bahkan semangat “daerah-isme” mengalahkan “nasionalisme” kebangsaan.

Dua realitas itu membentuk satu paradoks yang disebut “glokalisasi”: globalisasi yang justeru semakin mengangkat nilai-nilai lokal ke pentas dunia. Jadi, sebagaimana disinyalir oleh Friedman dalam “The World is Flat”, bukan “penyeragaman” budaya dan nilai-nilai global yang terjadi, melainkan “keberagaman” lokal yang akan mewarnai kancah global. Melalui media komunikasi-informasi yang telah berkembang demikian masif, semakin terbuka peluang bagi daerah untuk tampil di kancah global, dengan segala potensi yang dimilikinya. 
Dalam konteks itulah tantangan pembangunan ekonomi daerah kontemporer dihadapkan. Untuk menyikapinya, setidaknya tiga pilar berikut yang harus diperkuat.  

Pertama, kesiapan infrastruktur. Sudah kita maklumi bersama, bahwa peranan infrastruktur cukup menentukan daya saing perekonomian. Kelengkapan infrastruktur menentukan tingkat interconnectivity – kesalingterhubungan: antar komunitas, antar wilayah, antar lembaga. Masyarakat yang ‘terhubung’, apalagi secara global, memiliki peluang lebar untuk maju. Sebaliknya, masyarakat yang ‘terisolasi’, hampir dipastikan terbelakang, setidaknya secara sosial-ekonomi. 
Ketersediaan infrastruktur akan menjadi dorongan kuat bagi pertumbuhan sekaligus pemerataan ekonomi daerah. Jalan, jembatan, listrik, air bersih, infrastruktur telekomunikasi, bandara atau pelabuhan, adalah beberapa contoh infrastruktur yang mesti diperkuat, guna menarik investasi, baik investasi swasta, pemerintah, community investment, bahkan investasi global. Tanpa infrastruktur yang memadai, investasi sulit masuk, bahkan jika daerah tersebut kaya SDA sekalipun. Jika investasi seret, ekonomi mandeg. Ujungnya: kemiskinan!
Memasuki era globalisasi jilid tiga ini, daerah juga perlu mengembangkan infrastruktur informasi dan telekomunikasi yang memadai, agar masyarakat – terutama para entrepreneur lokal – terhubung dengan pasar global. Tentu, dalam konteks daerah, pasar global tidak melulu berarti luar negeri, tetapi juga luar daerah, luar pulau.  

Ke dua, birokrasi yang bersih dan efisien. Birokrasi yang demikian akan membuat pelayanan publik semakin dekat, semakin simpel. Inilah syarat mutlak ke dua, bagi daya tarik suatu investasi. Birokrasi yang korup akan membuat enggan siapa pun untuk berurusan dengannya, kecuali bagi para ‘mafia’ yang memang demen bermain dengan birokrat, untuk tujuan mengeruk sumberdaya alam, atau menyabet proyek-proyek anggaran belanja negara. Tapi efeknya tak akan banyak bagi kesejahteraan publik.
Terkait kemudahan investasi, sebetulnya, Pemerintah Pusat sudah mencanangkan program pelayanan satu atap. Lebih dari separuh pemerintah kabupaten-kota di Indonesia sudah menerapkannya. Namun demikian, dari informasi yang saya terima, rupanya tidak banyak yang berjalan efektif. Sebagian besar, kantor pelayanan satu atap tak ubahnya “kantor pos” yang menerima dokumen permohonan ijin investasi, selanjutnya dikirim ke masing-masing lembaga atau dinas yang berwenang: as usual. Selain perijinan yang lama, investor juga seringkali harus mengeluarkan isi kantongnya terlalu banyak, untuk pungutan “resmi” maupun tidak, pada saat usaha belum juga dimulai. Jelas, ini akan menghambat investasi.

Ke tiga, dan ini sesungguhnya yang paling vital, yaitu kesiapan sumberdaya manusia. Pendidikan dan kesehatan adalah dua domain utama pembangunan manusia. Jika dua pilar sebelumnya berperan sebagai magnet investasi, maka pilar ke tiga ini, selain menarik investasi, juga sangat menentukan apakah daerah bisa ikut bermain di lapangan ekonomi secara sejajar dengan pelaku ekonomi global, ataukah hanya sebagai penonton. Sering saya saksikan di beberapa daerah, nilai investasi yang masuk ke daerah demikian besar, tetapi masyarakat lokal hanya berperan sebagai penonton, atau paling banter sebagai pekerja di lingkaran paling luar. Nyaris seluruh tenaga ahli yang menggerakkan roda ekonomi raksasa di daerahnya adalah para pendatang, yang sudah pasti akan “menerbangkan” uangnya ke kota asal mereka. Yang tersisa untuk daerah hanya sedikit, bisa berwujud dana bagi hasil, pungutan oleh daerah, atau sedikit ‘uang jajan’ para pekerja pendatang itu.
Membangun kelengkapan infrastruktur, membersih-efisienkan birokrasi dan mencetak sumberdaya manusia qualified, adalah tiga pilar yang harus tegak, untuk menyongsong paradoks glokalisasi: mengangkat keunggulan lokal ke kancah global.

Kemudian, adakah hal sederhana yang dapat kita lakukan?

Membangun daerah asal seharusnya menjadi sebuah mindset didalam benak setiap putra daerah yang melanglang buana ke penjuru dunia, baik dalam negeri maupun luar negeri. Karena putra daerah yang menimba ilmu diluar daerah tentu memiliki pengalaman yang tidak ditemui seandainya tetap berada di daerah tersebut, tentu hal tersebut harus bernilai postif dan membangun.
Diantara berbagai cara untuk turut serta dalam menganun daerah kita adalah salah satunya melalui blog. Karakter blog yang mampu menembus batas-batas wilayah suatu daerah, citra dapat dibangun. Blog yang juga menembus mampu menembus wilayah sebuah negara, bisa menjadi alat promosi hebat bagi suatu daerah.

Saat ini menurut saya tiap kabupaten/kota membutuhkan blogger yang peduli terhadap proses pembangunan dan citra daerahnya masing-masing, blogger-blogger tersebut bisa berupa yang berskala nasional maupun internasional (blogger yang ada di luar negeri). 

Secara personal, blogger asal Indonesia diyakini jumlahnya sangat banyak, namun baru seidkit yang mengusung informasi mengenai pembangunan, lebih-lebih yang dapat mendukung proses pembangunan didaerahnya masing-masing, hal itu masih minim sekali. 

Jadi, melalui tulisan ini saya mengajak kepada para blogger Indonesia untuk marilah kita nge-blog dengan baik, selain itu sebisa mungkin dengan nge-blog kita juga menyisipkan misi untuk membentuk/membangun citra yang baik bagi Indonesia pada umumnya dan untuk daerah masing-masing pada khususnya. Jika semua blogger melakukan hal itu saya yakin sedikit demi sedikit akan ada efek baiknya buat pembangunan masyarakat Indonesia.

Sosialisasi Globalisasi

Globalisasi merupakan bencana yg sangat membahayakan dunia , masyarakat harus mengenal atau mengetahui penyebab -penyebab terjadinya globalisasi .Dengan begitu kita dapat mengurangi apa yang menyebabkan terjadinya globalisasi, karena sebagian besar penyebab


globalisasi adalah karena masyarakat kurang tahu bagaimana globalisasi itu sendiri bisa terjadi .


Mereka sering membangun rumah kaca untuk tanaman mereka ,dan jika mereka orang yg mempunyai modal yg besar mereka pasti ingin membangun sebuah pabrik yg menguntungkan untuk mereka dan menghasilkan banyak uang bagi mereka .Sosialisasi ini ditujukan untuk masyarakat yg belum mangenal atau mengetahui bahaya dari globalisasi ini .

Kamis, 15 Desember 2011

Perubahan dan Dampak Arus Globalisasi

Globalisasi membawa banyak tantangan baik itu menyangkut bidang sosial, budaya, ekonomi, politik, bahkan menyangkut semua aspek kehidupan manusia. Globalisasi ini membawa dampak positif dan negatif bagi kepentingan bangsa dan ummat kita.
Dampak positif, misalnya, makin mudahnya kita memperoleh informasi dari luar sehingga dapat membantu kita menemukan alternatif-alternatif baru dalam usaha memecahkan masalah yang kita hadapi.  Misalnya, melalui internet kini kita dapat mencari informasi dari seluruh dunia tanpa harus mengeluarkan banyak dana seperti dulu.  Demikian pula, dalam hal tenaga kerja, dana, maupun barang.  Di bidang ekonomi, perdagangan bebas antar negara berarti makin terbukanya pasar dunia bagi produk-produk kita, baik yang berupa barang atau jasa (tenaga kerja).
Dampak negatifnya adalah masuknya informasi-informasi yang tidak kita perlukan atau bahkan merusak tatanan nilai yang selama ini kita anut.  Misalnya, budaya perselingkuhan yang dibawa oleh film-film Italy melalui TV, gambar-gambar atau video porno yang masuk lewat jaringan internet, majalah, atau CD ROM, masuknya faham-faham politik yang berbeda dari faham politik yang kita anut, dsb.  Di bidang ekonomi, perdagangan bebas juga berarti terbukanya pasar dalam negeri kita bagi barang dan jasa dari negara lain.
Dalam kaitannya dengan ummat  IslamIndonesia, dampak negatif yang paling nyata adalah perbenturan nilai-nilai asing, yang masuk lewat berbagai cara, dengan nilai-nilai agama yang dianut oleh sebagian besar bangsa kita.  Mengingat agama Islam adalah agama yang berdasarkan hukum (syari’ah), maka perbenturan nilai itu akan amat terasa di bidang syari’ah ini.  Globalisasi informasi telah membuat ummat kita mengetahui praktek hukum (terutama hukum keluarga) di negeri lain, terutama di negeri maju, yang sebagian sama dan sebagian lagi berbeda dari hukum Islam.  Keberhasilan negara maju yang sekuler dalam bidang ekonomi telah membuat segala yang berasal dari negara tersebut tampak baik dan hal ini dapat menimbulkan keraguan atas praktek yang selama ini kita anut.  Contoh hukum Islam yang berbeda dari hukum sekuler di negeri maju antara lain: hukum waris, kedudukan wanita dan pria dalam perkawinan, kedudukan anak pungut/anak angkat dalam keluarga, hak asasi anak, hak asasi manusia, hukum rajam, hukum potong tangan, definisi zina, perkawinan campur, dlsb.  Kemajuan teknologi di bidang rekayasa genetik (cloning), misalnya, juga telah menimbulkan persoalan hukum keluarga (waris dan perwalian).
Menghindari globalisasi sebagai proses alami ataupun menghilangkan sama sekali dampak negatif globalisasi itu barangkali tidak mungkin.  Mau tidak mau, suka tidak suka, siap tidak siap, kita harus menghadapi globalisasi ini dan menerima segala dampaknya, negatif maupun positif.  Oleh karena itu, tantangan yang kita hadapi sebagai kelompok elit umat Islam adalah kita dapat memanfaatkan semaksimal mungkin dampak positif globalisasi itu dan meminimalkan dampak negatifnya.
D. Membentuk Generasi Masa Depan Dengan Benteng Iman
Saran normatif yang selalu kita dengar adalah  dengan meningkatkan iman dan taqwa kita kepadaAllah Swt.  Logikanya, dengan iman yang teguh, maka segala macam godaan untuk menyimpang dari hukum Allah akan dapat ditepis.  Saran ini memang mudah diucapkan tetapi tidak mudah untuk dilaksanakan, mengingat kuatnya godaan dan gempuran globalisasi ini, terutama oleh ummat yang awam.  Apalagi kalau diingat bahwa, agar berhasil secara nasional, peningkatan keimanan dan ketaqwaan ini bukan hanya individual, melainkan juga kolektif.  Secara individual, kita mungkin bisa menyuruh diri kita sendiri, kalau kita mau, untuk melakukan hal-hal yang dapat meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah.  Namun, untuk bisa meningkat secara kolektif, maka diperlukan usaha-usaha tambahan untuk mempengaruhi orang lain agar mau melakukan hal-hal yang dapat meningkatkan iman dan taqwa mereka.  Kita perlu ‘reach-out’.   Dalam kalangan muslim, ini disebut dakwah. Dakwah dalam keluarga maupun dalam masyarakat yang menyangkut kehidupan sehari – hari.
Baik pada era globalisasi maupun bukan, sebaiknya peran iman digunakan sebagai:
  1. Iman sebagai pertahanan & adaptasi arus budaya global yang dianggap kurang sesuai dengan budaya lokal & ajaran islam.
  2. Iman sebagai alat untuk Memilih & Menggunakan tenologi bagi kepentingan kebaikan publik – sekarang & kedepan, sesuai ajaran islam.
  3. Iman sebagai filter & pegangan dalam bersosialisasi, sesuai ajaran islam.
  4. Iman sebagai alat untuk memilih & menyaring sistem & implementasi perkonomian yang akan dijalani bagi kehidupan pribadi & lingkungan, sesuai ajaran islam.
E. Kesimpulan / Penutup
Globalisasi sudah menjadi realitas dalam kehidupan semua bangsa. Tak ada tempat untuk melarikan diri dari gelombang globalisasi. Bagi umat Islam, globalisasi merupakan bentuk tantangan yang harus dibentengi dengan penanaman iman seseorang. Jika seseorang memiliki iman yang tinggi maka globalisasi yang bersifat negatif akan segera terbendungi. Namun, bagaimanapun globalisasi itu memang fakta dalam kehidupan global.
Globalisasi memiliki dua sisi positif dan negatif. Yang dituntut dari kita yaitu kearifan dalam menyikapinya. Ini menuntut kita untuk sanggup memberikan contoh peradaban yang komprehensif, mengerahkan  segenap usaha yang sungguh-sungguh dan penuh keikhlasan untuk  merekonstruksi diri kita sekali lagi agar tidak terjebak dalam kekacauan sikap dan kepicikan pandangan. Mereka harus memberi sebagaimana mereka telah mengambil. Dan semua itu sangat mungkin. Berbagai peristiwa sejarah telah menunjukkan bahwa penduduk dunia menjadi saksi bagi kita ketika mengatakan sesuatu yang bermanfaat.
Bila kita beriman bahwa dunia ini ada yang punya yaitu Sang Pemilik tersebut Allah Yang Maha Bijaksana. Ada hari akhir untuk mengevaluasi segala tingkah laku kita. Setiap pikiran, ucapan dan perbuatan kita telah disiapkan pahala atau siksa. Maka hidup dalam kondisi seperti ini menuntut perhitungan lain. Kita mestinya akan menghitung dan mengawasi perbuatan kita sendiri. Hawa nafsu yang senantiasa bergejolak akan lebih baik dikendalikan. Perbuatan-perbuatan yang tidak diinginkan oleh Sang Pemilik dunia ini sebaiknya juga tidak kita lakukan. Karena kita tahu, seluruh perbuatan baik atau buruk, akan diperiksa oleh-Nya. Allah senantiasa bersama kita.
Segala puji hanya bagi Allah Swt berharap semoga Allah Swt memberikan kekuatan kepada kita dalam mengemban agama-Nya, dalam membangun peradaban dan kebudayaan. Semoga Dia senantiasa memberikan manfaat yang sebanyak-banyaknya kepada kita.

;;

By :
Free Blog Templates