Minggu, 06 November 2011

Globalisasi dapat diartikan sebagai perkembangan teknologi di bidang transportasi atau komunikasi  yang memfasilitasi pertukaran budaya dan ekonomi internasional atau proses peristiwa/keputusan yang bersifat mempengaruhi dunia, tidak mengenal batas wilayah, dan dapat memberikan dampak  yang bersifat positif maupun bersifat negatif.
Dampak globalisasi dalam suatu negara menyangkut bidang ekonomi, sosial budaya, dan politik.
1. Dampak Globalisasi Ekonomi
Pada umumnya globalisasi ekonomi didukung oleh liberalisme ekonomi, yang sering disebut dengan kapitalisme pasar bebas. Kapitalisme adalah suatu sistem ekonomi yang mengatur proses produksi dan pendistribusian barang dan jasa. Perkembangan sistem ini  tidak berkembang sehat karena mengabaikan unsur etika dan moral, karena itu pemerintah harus ikut mengaturnya.
Bagi negara-negara berkembang, hal tersebut merugikan karena produk dalam negerinya tidak akan mampu bersaing  dengan produk negara maju. Jika dilihat dampak  positifnya, globalisasi di bidang ekonomi berdampak:

  • mempermudah kebutuhan masyarakat.
  • mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
  • membuka lapangan kerja yang lebih memiliki fasilitas dan lebih profesional.
2. Dampak Globalisasi Sosial Budaya
Globalisasi juga mempunyai dampak pada bidang sosial budaya antara lain:
  • meningkatnya individualisme
  • perubahan pola kerja
  • pergeseran nilai kehidupan
  • melahirkan lembaga-lembaga sosial baru
  • perkembangan pakaian seni ilmu pengetahuan
Dampak negatif globalisasi sosial budaya kebanyakan terjadi pada generasi muda seperti meniru budaya asing, bersifat konsumtif  dan hedonisme.
3.Dampak Globalisasi Politik
Dalam bidang politik pengaruh globalisasi terjadi pada perubahan sistem kepartaian, jaminan HAM, perubahan sistem ketatanegaraan, pemilihan anggota parlemen, pemilihan presiden, wapres, gubernur, bupati, walikota.
Perubahan-perubahan tersebut dapat menimbulkan pertentangan dalam masyarakat karena pada kenyataanya tidak semua masyarakat berpendidikan untuk mengerti perubahan-perubahan tersebut.

Islam dan Globalisasi

Fenomena kehidupan saat ini menarik untuk dicermati. Realita kehidupan tak ubahnya seperti dunia di dalam rumah; semua sudah tidak mengenal jarak dan waktu. Apa yang terjadi di belahan dunia timur bisa disaksikan dengan cepat oleh penduduk dunia belahan Barat, begitu pula sebaliknya. Tak heran muncul sebuah adagium “dunia ini sudah menjadi desa buana”. Sudah tak ada yang tersimpan. Semua serba transparan.

Fakta tersebut telah menunjukan adanya sebuah bukti bahwa manusia telah menampilkan keberhasilannya dalam bidang sains dan teknologi, terutama dalam mengakses informasi. Dari sini tentu kita akan sepakat bahwa informasi adalah kebutuhan dhorûri (primer) bagi setiap manusia. Siapa yang mampu menguasai informasi, maka ia akan menguasai dunia.
Sesungguhnya fenomena globalisasi sudah lama muncul. Hanya saja istilah ini baru muncul ke permukaan. Terma “globalisasi” berasal dari bahasa Inggris “globalization” yang berarti menyebar luaskan serta memperluas jangkauan sesuatu agar menyentuh semua lapisan.

Globalisasi tidak hanya digunakan dalam bidang ekonomi saja, namun merupakan “ajakan” untuk mengadopsi paradigma tertentu (baca: Barat). Hal inilah yang kemudian banyak disoroti oleh para pengamat bahwa globalisasi sebenarnya tidak jauh beda dengan “amerikanisasi”.
Hal tersebut sangat jelas kita lihat dalam fakta yang terjadi di akhir-akhir ini; globalisasi hanyalah usaha Amerika untuk memperkuat hegemoni terhadap dunia. Banyak cara untuk melegitimasi hegemoni tersebut. Melalui lembaga-lembaga dunia seperti IMF dan bank dunia, mereka berusaha menguasai roda perekonomian dunia. Negara yang dianggap “penghalang” terpaksa harus disingkirkan dan harus diberi pelajaran. “Drama” tersebut bisa kita lihat dalam tragedi kemanusiaan di Afganistan, Palestina, Iran, Sudan dan selanjutnya entah negara mana lagi yang akan menjadi mangsa selanjutnya. Menyadari penyimpangan yang terjadi pada arti hakiki globalisasi tersebut, maka kita sebagai seorang muslim dituntut untuk bisa bersikap obyektif yaitu mampu melakukan pemilahan antara nilai-nilai positif (haq) dan nilai-nilai negatif (bâthil), agar sebagai umat Islam, kita tidak terjebak dalam jaring-jaring hegemoni Barat.

Kita menyadari bahwa globalisasi adalah trend sekaligus produk sejarah yang sedang terjadi dan kita alami. Kita tidak punya kekuatan untuk menolak apalagi lari dari kenyataan sejarah ini. Yang mesti kita lakukan adalah melakukan gerakan dinamis bersama arus ini yaitu dengan menjaga diri agar tidak kehilangan kendali serta jati diri.
Menghadapi era globalisasi, sikap kaum muslimin bisa dikatakan terbagi menjadi beberapa macam: Pertama, mengikutinya secara mutlak. Mereka meyakini bahwa apa yang ada di balik globalisasi dan semua hal yang berbau westernisasi adalah sebuah standar ideal yang perlu untuk ditiru. Sikap semacam inilah yang hanya akan menenggelamkan umat islam dari peredaranya. Kedua, mereka yang menolak secara keseluruhan. Golongan inilah yang diistilahkan oleh Prof. Dr. Yusuf Qordhowi sebagai kelompok “penakut”. Mereka takut untuk berhadapan secara langsung dengan peradaban Barat. Hal itu dinilai tidak “fair” karena dianggap lari dari kenyataan yang ada. Mereka menutup pintu rapat-rapat terhadap hembusan angin globalisasi karena takut terkena debu dan polusi peradaban. Padahal sejatinya mereka membutuhkan udara. Ketiga, golongan moderat (berada ditengah-tengah). Golongan inilah yang menjadi cerminan sikap ideal seorang muslim. Mereka sadar bahwa menutup diri serta mengisolasi diri dari dunia luar hanyalah usaha yang sia-sia belaka dan tak berguna. Mereka meyakini bahwa Islam adalah agama yang selaras dengan kemajuan zaman. Allah Swt. berfirman : “Dan tidaklah Kami utus kamu (wahai Muhammad) kecuali sebagai rahmat untuk sekalian manusia”

Pertanyaan selanjutnya yang mengemuka adalah tentang masa depan umat islam. Setidaknya ada dua prediksi; Pertama, pesimistik. Sikap ini muncul karena melihat realita yang ada dalam tubuh umat islam sekarang, dimana untuk ukuran perkembangan sains dan teknologi umat islam berada dalam posisi yang paling bawah dan sangat termarjinalkan. Permasalahan umat islam saat ini semakin kompleks. Terjadinya dekadensi moral, kesenjangan sosial, keterbelakangan, serta pelanggaran HAM telah begitu memprihatinkan. Inilah masalah-masalah yang sedang dihadapi umat islam. Untuk memperbaikinya umat membutuhkan waktu yang lama. Kedua, optimistik. Sikap ini didasarkan pada pengamatan sejarah, dimana kita pernah mengukir kejayaan di masa lampau. Dengan sikap yang seperti itu, mereka meyakini bahwa kemajuan peradaban akan terus berputar dan bergantian di antara manusia.

Sebagai umat islam, kita berkewajiban untuk berjuang dan menjunjung tinggi agama Islam. Ada beberapa tawaran alternatif: (1). Mengembalikan kesadaran umat islam yang selama ini “tertidur”. Ajaran islam harus disampaikan untuk kemaslahatan dan pencerahan manusia. (2). Bersikap inklusif terhadap budaya luar, karena sikap mengisolasi diri adalah sikap yang bertentangan dengan ajaran islam ( Al-hujrat 13). (3). Berpegang teguh pada ajaran Islam sebagai sumber inspirasi peradaban. Dan yang terpenting adalah merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
WalLâhu a’lam bishowâb.

Dampak positif globalisasi di bidang sosial adalah para generasi muda mampu mendapatkan sarana-sarana yang memungkinkan mereka memperoleh informasi dan berhubungan dengan lebih efisien dengan jangkauan yang lebih luas. Adapun dampak negatifnya adalah bahwa generasi muda yang tidak siap akan adanya informasi dengan sumber daya yang rendah hanya akan meniru hal-hal yang tidak baik seperti adanya bentuk-bentuk kekerasan, tawuran, melukis di tembok-tembok, dan lain-lain. Dengan adanya fasilitas yang canggih membuat seseorang enggan untuk berhubungan dengan orang lain sehingga rasa kebersamaan banyak berkurang. Manfaat globalisasi di antaranya adalah informasi yang dapat diperoleh secara mudah, cepat, dan lengkap dari seluruh dunia sehingga pengetahuan dan wawasan manusia menjadi lebih luas. Akan tetapi dengan adanya arus globalisasi kadang-kadang tidak disertai penyaringan. Semua informasi diterima apa adanya. Hal itu berakibat pada perubahan pola hidup, pola pikir, dan perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma kebudayaan bangsa Indonesia. sedangkan
Nampak Negatif dari globalisasi sosial adalah Munculnya globalisasi tentunya membawa dampak bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Dampak globalisasi tersebut meliputi dampak positif dan dampak negatif di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain- lain akan berdampak kepada nilai- nilai nasionalisme terhadap bangsa.
 

1. Globalisasi bidang hukum, pertahanan, dan keamanan

Dampak positif globalisasi bidang hukum, pertahanan, dan keamanan :

Semakin menguatnya supremasi hukum, demokratisasi, dan tuntutan terhadap dilaksanakannya hak-hak asasi manusia.
Menguatnya regulasi hukum dan pembuatan peraturan perundang-undangan yang memihak dan bermanfaat untuk kepentingan rakyat banyak.
Semakin menguatnya tuntutan terhadap tugas-tugas penegak hukum yang lebih profesional, transparan, dan akuntabel.
Menguatnya supremasi sipil dengan mendudukkan tentara dan polisi sebatas penjaga keamanan, kedaulatan, dan ketertiban negara yang profesional.
Dampak negatif globalisasi bidang hukum, pertahanan, dan keamanan :

Peran masyarakat dalam menjaga keamanan, kedaulatan, dan ketertiban negara semakin berkurang karena hal tersebut sudah menjadi tanggung jawab pihak tentara dan polisi.
Perubahan dunia yang cepat, mampu mempengaruhi pola pikir masyarakat secara global. Masyarakat sering kali mengajukan tuntutan kepada pemerintah dan jika tidak dipenuhi, masyarakat cenderung bertindak anarkis sehingga dapat mengganggu stabilitas nasional, ketahanan nasional bahkan persatuan dan kesatuan bangsa.
2. Globalisasi bidang sosial budaya

Dampak positif globalisasi bidang sosial budaya :

Meningkatkan pemelajaran mengenai tata nilai sosial budaya, cara hidup, pola pikir yang baik, maupun ilmu pengetahuan dan teknologi dari bangsa lain yang telah maju.
Meningkatkan etos kerja yang tinggi, suka bekerja keras, disiplin, mempunyai jiwa kemandirian, rasional, sportif, dan lain sebagtainya.
Dampak negatif globalisasi bidang sosial budaya :

Semakin mudahnya nilai-nilai barat masuk ke Indonesia baik melalui internet, media televisi, maupun media cetak yang banyak ditiru oleh masyarakat.
Semaikin memudarnya apresiasi terhadap nilai-nilai budaya lokal yang melahirkan gaya hidup berikut ini.
Individualisme : mengutamakan kepentingan diri sendiri

Pragmatisme : melakukan suatu kegiatan yang menguntungkan saja

Hedonisme : Paham yang mengutamakan kepentingan keduniawian semata

Primitif : sesuatu yang sebelumnya dianggap tabu, kemudian dianggap sebagai sesuatu yang biasa/ wajar

Konsumerisme : pola konsumsi yang sudah melebihi batas

Semakin lunturnya semangat gotong-royong, solidaritas, kepedulian, dan kesetiakawanan sosial sehingga dalam keadaan tertentu/ darurat, misalnya sakit,kecelakaan, atau musibah hanya ditangani oleh segelintir orang
3. Globalisasi bidang ekonomi sektor perdagangan

Dampak positif globalisasi bidang ekonomi sektor perdagangan :

Liberalisasi perdagangan barang, jasa layanan, dan komodit lain memberi peluang kepada Indonesia untuk ikut bersaing mereput pasar perdagangan luar negeri, terutama hasil pertanian, hasil laut, tekstil, dan bahan tambang.
Di bidang jasa kita mempunyai peluang menarik wisatawan mancanegara untuk menikmati keindahan alam dan budaya tradisional yang beraneka ragam.
Dampak negatif globalisasi bidang ekonomi sektor perdagangan :

Arus masuk perdagangan luar negeri menyebakan defisit perdagangan nasional.
Maraknya penyelundupan barang ke Indonesia.
Masuknya wisatawan ke Indonesia melunturkan nilai luhur bangsa.
4. Globalisasi bidang ekonomi sektor produksi

Dampak positif globalisasi bidang ekonomi sektor produksi :

Adanya kecenderungan perusahaan asing memindahkan operasi produksi perusahaannya ke negara-negara berkembang dengan pertimbangan keuntungan geografis (melimpahnya bahan baku, areal yang luas, dan tenaga kerja yang masih murah) meskipun masih sangat terbatas dan rentan terhadap perubahan-perubahan kondisi sosial-politik dalam negeri ataupun perubahan-perubahan global, Indonesia memiliki peluang untuk dipilih menjadi tempat baru bagi perusahaan tersebut.
Dampak negatif globalisasi bidang ekonomi sektor produksi :

Perusahaan dalam negeri lebih tertarik bermitra dengan perusahaan dari luar. Akibatnya kondisi industridalam negeri sulit berkembang.
Terjadi kerusakan lingkungan dan polusi limbah industri.
Suatu perusahaan asing memindahkan usahanya keluar negeri mengakibatkan PHK tenaga kerja dalam negeri.

sumber : http://24bit.wordpress.com/2010/03/28/dampak-positif-dan-negatif-globalisasi-bagi-indonesia/

Bidang ini merupakan bidang yang paling menonjol dalam hal globalisasi, karena melibatkan 2 hal, yaitu peranan mansuia sebagai produsen sekaligus konsumen bagi barang dan jasa. Beberapa contohnya adalah pada waktu produksi kopi di suatu negara katakanlah Brasilia mengalami kegagalan ataupun sebaliknya terjadi surplus besar-besaran, maka dampaknya akan juga dirasakan juga oleh negara-negara lain yang mengonsumsi produksi kopi ataupun memproduksi komoditi tersebut bursa efek di Wall Street yang terletak disebuah jalan yang tidak begitu besar di kota New York pengaruhnya begitu mendunia; ketika terjadi embargo minyak (negara-negara penghasil minyak tidak mau menjual hasil produknya kepasaran) ditahun 1973-an telah membuat harga minyak meningkat sangat tajam, sehingga negara-negara yang mengimpor produk tersebut terganggu perekonomiannya.

Pada era globalisasi sistem produksi dan  distribusi akan melampaui batas-batas negara. Televise dan media cetak lainnya semakin mempercepat globalisasi produksi, karena iklan secara gencar memperkenalkan produk-produk yang cakupannya global, seperti di bidang makanan (Mc Donalds, Kentucky Fried Chicken, Dunkin’s Donats, Ice Cream, minuman kaleng, rokok, buah-buahan dan sebagainya). Mode pakaian (jeans, kaso oblong, dan sebagainya), sepatu, music (rock and roll, rapp, jazz, dan sebagainya). Pada tahun 1960-an produk blue jeans yang dimulai di Amerika Serikat sudah mendunia, sehingga hampir setiap orang membutuhkannya, bahkan anak-anak muda di Uni Soviet maupun negara-negara blok sosialis lainnya menginginkan produk ini. Permintaan dalam pasaran dunia meningkat tajam secara tidak terduga. Untuk memenuhi permintaan pasar tersebut, di negara-negara seperti AS, Korea Selatan , Mexico, Eropa, Filipina, Hongkong, Inggris dan negara-negara lainnya, didirikan pabrik blue jeans. Orang-orang yang terlibat dalam pemasaran produk ini, seperti banker, orang-orang yang bergerak  dibidang perkapalan, distributor dan juga pedagang eceran mewakili masyarakat internasional.
Fenomena semakin  terintegrasinya masyarakat dalam perekonomian dunia adalah terwujudnya pasar bebas seperti MEE  (Masyarakat Ekonomi Eropa) yang sekarang sudah meningkat menjadi Uni Eropa, NAFTA (North America Free Trade Area), APEC (Asia Pacific Economi Cooperations) yang direncanakan terwujud tahun 2020, dan sebentar lagi di kawasan yang berhubungan  langsung dengan kita adalah AFTA (Asean Free Trade Area) di tahun 2003. Terwujudnya pasar bebas ini akan memungkinan terjadinya peningkatan mobilitas manuia secara fisik ke wilayah  negara lain yang menjadi anggotanya dan ekspansi pasar secara besar-besaran.
Mengenal budaya bangsa lain menjadi pentingnya, karena sebagai actor yang berperan pada tingkat global dalam menentukan keputusan untuk memproduksi ataupun mengonsumsi produk tertentu perlu tahu selera budaya lain. Negara-negara yang mampu menembus pasaran dunia sangat memperhatikan selera bangsa lain ini, seperit yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan Jepang. Amerika Serikat yang mampu menembus pasaran dunia melalui MNCs (Multi National Corporation). McDonalds sebagai MNCs Amerika Serikat mampu menembus pasaran hamper di seluruh dunia (di Perancis, Jepang, China, Vietnam, Kanada, Belanda, Jerman dan  sebagainya), salah satu resep keberhasilannya adalah kemampuan untuk membaca selera pasar/konsumen atau budaya bangsa lain. Interaksi Globalisasi dalam Bidang Ekonomi

HAMPIR bisa dipastikan sebagian besar orang mengartikan a€œkebudayaana€ sebagai a€œkeseniana€, meskipun sebenarnya kita semua memahami bahwa kesenian hanyalah bagian dari kebudayaan. Hal ini tentulah karena kesenian memiliki bobot besar dalam kebudayaan, kesenian sarat dengan kandungan nilai-nilai budaya, bahkan menjadi wujud dan ekspresi yang menonjol dari nilai-nilai budaya.
Kebudayaan secara utuh sebenarnya meliputi pola pikir atau mindset suatu masyarakat (tentang segala perikehidupannya di masa lampau, masa kini dan masa depan), yang banyak terekspresikan melalui aneka-ragam dan aneka dimensi kesenian. Demikian pula, kesenian merupakan salah satu wadah dominan untuk mengartikulasikan kebudayaan tak berwujud (intangible culture). Seperti juga yang diutarakan Meutia Farida Hatta Swasono di Institut Seni Indonesia Yogyakarta beberapa waktu lalu bahwa kemajuan kebudayaan bangsa dan peradabannya membawa serta, dan sekaligus secara timbal-balik dibawa serta, oleh kemajuan keseniannya.
Lalu bagaimana peranan kesenian tradisonal dalam konsep ketahanan budaya?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kiranya perlu beberapa anternatif langkah. Pertama, perlu mengidentifikasi kesenian-kesenian tradisonal tertentu yang dominan dan sinambung (viable), yang memiliki peluang untuk dikembangkan dan diperkaya, serta dapat menarik munculnya daya apresiasi masyarakat. Kedua, kesenian-kesenian tradisional terpilih diartikulasikan sesuai dengan tuntutan perkembangan sosial, sehingga mudah beradaptasi dan mendorong kepekaan umum terhadap nilai-nilai keanggunan seni. Ketiga, mendorong dinamika seni menjadi kreasi dan santapan segar untuk kelengkapan kehidupan sehari-hari, menjadikannya semacam way of life.

Kesenian sebagai Nilai Tambah Kultural
Bertolak dari pernyataan tersebut dapatlah dikemukakan bahawa pembangunan kesenian daerah (tradisonal) adalah pembangunan nilai-nilai seni dan apresiasi seni demi meningkatkan kemartabatan seniman dan masyarakat, sekaligus juga meningkatkan mutu seni dan apresiasi terhadap kesenian.
Dengan demikian, dalam pembangunan nasional, kesenian sebagai bagian dari kebudayaan nasional memperoleh maknanya dalam kaitan dengan pemahaman dan apresiasi nilai-nilai kultural. Oleh karena itu, untuk meningkatkan ketahanan budaya bangsa, maka pembangunan nasional perlu bertitik-tolak dari upaya-upaya pengembangan kesenian yang mampu melahirkan a€œnilai-tambah kulturala€.
Pakem-pakem kesenian (lokal dan nasional) perlu tetap dilanggengkan, karena berakar dalam budaya masyarakat. Melalui dekomposisi dan rekonstruksi, rekoreografi, renovasi, revitalisasi, refungsionalisasi, disertai improvisasi dengan aneka hiasan, sentuhan-sentuhan nilai-nilai dan nafas baru, akan mengundang apresiasi dan menumbuhkan sikap posesif terhadap pembaharuan dan pengayaan karya-karya seni. Di sinilah awal dari kesenian daerah menjadi kekayaan budaya dan a€œmodal sosial-kulturala€ masyarakat.
Di sisi lain kita harus menyadari bahwa kesenian daerah (tradisional) pada dasarnya adalah anonim. Bahkan, lebih jauh lagi ia juga tak bisa dibatasi atas klaim wilayah. Ia menjadi tak terbatasi oleh garis yang pasti (borderless). Untuk itulah, jika kesenian ditempatkan sebagai sarana menciptakan ketahanan budaya suatu bangsa maka persoalan makna ketahanan budaya tersebut harus disikapi sebagai ketahanan nasional.

Beberapa upaya pelestarian budaya Betawi terus dilakukan Pemerintah, seperti membuka cagar budaya, Festival Palang Pintu, dan pendaftaran budaya Betawi sebagai budaya warisan dunia.
Era tahun 80 hingga 90-an warga Jabodetabek, khususnya warga Ibukota Jakarta, mungkin tidak ada yang tidak mengetahui seni budaya ondel-ondel dan lenong sebagai seni budaya leluhur Betawi, suku bangsa penduduk asli Ibukota Jakarta. Namun sebaliknya, di era millenium ketiga ini, mungkin hanya tinggal sedikit orang yang mengenal dan mengetahui soal seni tersebut. Demikian juga halnya dengan budaya Betawi lainnya, kini banyak yang hampir punah seiring perkembangan zaman.
Sebagai ibukota negara, Jakarta yang menjadi pusat perkembangan modernisasi, pusat pembauran sekaligus menjadi pusat perubahan, memang mendapat tantangan ekstra besar dalam pelestarian budaya ini. Seperti dikatakan Ketua III Badan Musyawarah Betawi DKI, Beky Mardani, pelestarian kebudayaan Betawi merupakan permasalahan yang cukup kompleks. Karena, tantangan yang dihadapi bukan hanya pengaruh budaya nasional tapi juga internasional.
Seperti disebutkan di atas, di samping sudah bergeser dari fungsi awal, semakin banyak kebudayaan Betawi yang tidak dapat dinikmati masyarakat saat ini. Seni pertunjukan ondel-ondel misalnya, seni dengan boneka besar setinggi dua meter lebih ini sebenarnya awalnya difungsikan sebagai penolak bala atau gangguan roh halus yang gentayangan. Belakangan, ondel-ondel biasa digunakan untuk menambah semarak pesta-pesta rakyat seperti peresmian gedung baru atau untuk penyambutan tamu terhormat. Kini, seni ini bahkan semakin jarang digelar walau pada pesta rakyat sekalipun.
Seni pertunjukan khas Betawi lain yang dulu sangat terkenal namun kini hanya sesekali ditampilkan adalah Lenong. Lenong merupakan teater tradisional Betawi yang diiringi musik gambang kromong, musik khas Betawi. Lakon atau skenario lenong umumnya mengandung pesan moral, seperti menolong yang lemah, membenci kerakusan dan perbuatan tercela.
Pada mulanya, kesenian ini dipertunjukkan dengan mengamen dari kampung ke kampung. Pertunjukan diadakan di lapangan terbuka tanpa panggung. Ketika pertunjukan berlangsung, salah seorang aktor atau aktris mengitari penonton sambil meminta sumbangan secara sukarela. Dalam perkembangannya, lenong mulai dipertunjukkan atas permintaan pelanggan dalam acara-acara di panggung hajatan seperti resepsi pernikahan. Di awal kemerdekaan, teater rakyat ini pun menjadi tontonan panggung. Namun seperti seni budaya lainnya, lenong kini sudah semakin jarang digelar.
Sebagai suku yang terbuka, beberapa budaya Betawi juga dipengaruhi budaya luar. Musik Betawi misalnya, sudah dipengaruhi budaya Tionghoa. Hal tersebut dapat ditemukan pada penggunaan alat musik khas Tionghoa seperti tehyan, kongahyang, dan sukong.
Tidak hanya seni budaya musik dan tari yang terancam tergerus akibat arus globalisasi. Tapi juga budaya lain seperti pertanian, arsitektur, serta tata cara pernikahan yang disebut Palang Pintu. Kawasan Condet misalnya, daerah yang dahulu dikenal sebagai penghasil salak dan duku, serta wilayah pemelihara terakhir bangunan khas Betawi, kini kondisinya terabaikan. Budaya Palang Pintu juga sedikit banyak telah mengalami penggerusan.
Pemprov DKI Jakarta sendiri sebenarnya telah melakukan berbagai upaya. Salah satunya adalah menetapkan Festival Palang Pintu sebagai festival tahunan yang dilaksanakan di Jalan Kemang Raya. Selain itu, belum lama ini cagar budaya Betawi juga dibuka di Setu Babakan, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Di objek wisata yang bersetting perkampungan Betawi itu, segala macam hal yang identik dengan kebudayaan Betawi, mulai dari seni pertunjukkan seperti tari topeng dan Lenong, adat pernikahan, beragam panganan khas seperti kerak telor, bir pletok serta Roti Buaya yang sering dijadikan hantaran dalam upacara pernikahan, juga dapat ditemui di sini.
Tak ketinggalan seni bela diri, silat Betawi juga ditampilkan di tempat ini. Dalam rangka memperkenalkan kesenian Betawi pada generasi muda, kursus tari tradisional Betawi juga diadakan di sana. Dan untuk program berkelanjutan, pemerintah DKI juga akan memasukkan seni budaya Betawi ke dalam kurikulum sekolah.
Baru-baru ini, upaya melestarikan seni budaya Betawi juga dilakukan Pemerintah DKI Jakarta dengan usaha mematenkan seni budaya Betawi sebagai warisan budaya negara Indonesia, khususnya kota Jakarta. Sebagai langkah awal, Pemprov DKI telah mendaftarkan seni tari Lenong Betawi kepada Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata sebagai salah satu warisan tak benda yang diakui secara internasional. Setelah lulus seleksi nasional, kemudian akan diajukan menjadi salah satu kebudayaan yang akan didaftarkan sebagai warisan budaya tak benda pada United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).
Selain tari Lenong, tari topeng Betawi juga ikut didaftarkan. Tetapi karena tari topeng juga didaftarkan oleh provinsi lain, maka tari itu didaftarkan menjadi tari topeng nasional, bergabung dengan tari topeng dari daerah lainnya.MRA (Berita Indonesia 78)

Pada kuartal pertama tahun 2002, semua media kapitalis, baik di Indonesia, maupun dunia, beramai-ramai mengabarkan sebuah berita: ekonomi dunia pulih. Indeks pasar-pasar saham berhasil kembali ke indeks sebelum 9 September, 2001. Indeks konsumsi dan industri juga meningkat yang, dalam buku-buku ekonomi liberal (yang bangkrut itu), dilihat sebagai peningkatan aktivitas ekonomi yang positif. Resesi telah berakhir, kata banyak ekonom. Resesi, yang paling mirip dengan situasi tahun 1929 dan paling lunak, telah berakhir, begitu teriak para pendukung globalisasi.

Tapi, dengan mudah, hanya beberapa bulan kemudian, harga-harga saham kembali merosot, nilai Dollar kini lebih rendah dari nilai Euro, usaha telekomunikasi global hancur berantakan, dan di dunia usaha terjadi sebuah krisis besar akibat manipulasi akuntansi di perusahaan-perusahaan raksasa. Lalu di mana semua perbaikan ekonomi yang digembar-gemborkan? Sekali lagi, setelah berulang kali, semua alat ukur (indikator) ekonomi yang diterangkan kaum borjuis ternyata terbukti bangkrut, tak mampu mengukur sistem ekonomi yang mereka sokong.
Mari kita lihat pertumbuhan ekonomi Amerika sebesar 5.8% pada kuartal pertama 2002, yang menggembirakan para kapitalis internasional. Meski sangat mengesankan, tapi jika dilihat komponen-komponennya ternyata tak terlalu mengesankan. Faktor pertama, pertumbuhan tersebut didorong oleh pemotongan aset perusahaan-perusahaan pada akhir tahun 2001, yang menghasilkan angka pertumbuhan sekitar 3%. Faktor kedua, adalah belanja pemerintah yang mendorong angka pertumbuhan sebesar 1.5%, yang didalamnya terdapat peningkatan anggaran belanja militer sebesar 20% per tahun. Faktor ketiga, adalah pembelanjaan konsumen yang mendorong pertumbuhan sebesar 2.6%. Sementara itu, investasi tetap (pembelian aset-aset untuk produksi) dan nilai ekspor justru merosot, memberikan pertumbuhan negatif sekitar 2%.
Apa makna perbaikan ekonomi seperti itu untuk kelas pekerja dan kelas-kelas terhisap di Amerika ataupun negeri-negeri maju lainnya? Pertama, angka pengangguran naik sampai ke tingkat 6%. Para kapitalis memecat para buruh untuk meningkatkan keuntungan perusahaan, sehingga arus investasi tetap terjadi dan dengan harga saham yang tetap tinggi, karena para kapitalis finansial (bank dan manajemen dana) mengharapkan tingkat keuntungan yang tinggi saat mengucurkan dana mereka. Kedua, perkembangan demokrasi dihambat, guna mempertahankan stabilitas sistem politik mereka karena dipastikan keresahan sosial akan meningkat tajam (pemogokkan dan aksi-aksi buruh yang di-phk kini meningkat di negeri-negeri maju). Ketiga, di tengah meluasnya kemiskinan dan berkurangnya kesejahteraan, pemerintah negeri maju malah membelanjakan uang negara, uang yang dirampok dari rakyat miskin negeri maju atas nama nasionalisme, untuk kepentingan militer (perang terhadap Afghanistan dan rencana penyerbuan ke Irak) dan untuk menyelamatkan perusahaan-perusahaan besar yang bangkrut. Sementara itu, pajak untuk kaum kaya dikurangi, bahkan kaum kaya dibebaskan dari pajak.
Itu lah salah satu alasan utama mengapa militerisme meningkat dan demokrasi dihambat di negeri-negeri maju. Bahkan, situasi ketegangan sosial, yang mulai meletup di mana-mana, dijadikan alasan ideologis yang diselubungi oleh kebijakan imperialisme: “Perang Melawan Terorisme”.
Pemerintah borjuis negeri maju punya banyak cara untuk membuat kebijakan tersebut agar kelihatan memiliki dasar. Menciptakan ketakutan massa, memompa histeria melalui media massa borjuis, dan rekayasa pengiriman virus anthrax lewat pos?kini terbukti bahwa virus anthrax yang disebarkan adalah virus yang diciptakan oleh proyek pengembangan senjata biologis Amerika Serikat (AS). Pembatasan imigrasi ditumbuhkan dengan meningkatkan sentimen rasialisme, karena terorisme digambarkan dari negara-negara dunia ketiga: Amerika Latin, Asia, dan Jazirah Arab.
Bukan kah kebijakan militerisme akan memancing instabilitas di mana-mana, di seluruh dunia? Bukan kah kini gerakan anti perang imperialis menyebar di seluruh penjuru dunia, menyatukan semangat anti globalisasi ke dalam pertempuran sengit melawan kapitalisme dunia? Dua pertanyaan ini akan menghantui kita, padahal masih banyak dari kita memandang kapitalisme sebagai sistem yang paling demokratis, memandang kapitalisme akan mendatangkan kemakmuran dan perdamaian. Itu lah yang selama ini dikatakan oleh segenap media borjuis di mana pun juga, yang dikatakan lembaga-lembaga borjuis seperti Bank Dunia dan Persatuan Bangsa-Bangsa. Jawaban dua pertanyaan itu adalah ya, akan merupakan beban yang harus dijawab.
Tapi kebijakan militerisme memiliki dimensi lain, yang harus dilihat dari kacamata atau pisau analisa yang berbeda. Kebijakan militerisme justru adalah kebijakan yang diandalkan kapitalisme untuk meredam instabilitas, karena instabilitas bukan hanya muncul dari perang, tetapi lebih dalam lagi: dari sistem kapitalisme yang selalu terkena krisis. Kebijakan militerisme, dalam bentuk ekstrim dua perang dunia (1914-1918 dan 1939-1945) dan perang dingin berkepanjangan (1948-1989), juga memiliki peran melayani kepentingan para kapitalis: perluasan pasar dan pembaharuan teknologi produksi.
Perang Dunia I (1914-1918) meletus setelah pembunuhan Prince Ferdinand, putra mahkota Imperium Austria-Hungaria, yang berkuasa di zazirah Balkan dan Eropa Tengah. Tapi yang menjadi bahan bakar perang, yang mengorbankan jutaan nyawa, adalah perebutan koloni-koloni di Timur Jauh (daratan Cina) dan Afrika, yang telah terjadi puluhan tahun sebelumnya, dan daerah-daerah industri yang dipersengketakan di Eropa Barat. Di daratan Cina, para kapitalis Jerman dan Inggris bersaing memperluas koloni mereka, yang mereka rampok setelah perang candu. Di zazirah Arab dan Mesir, kekuasaan Imperium Turki, yang melemah, membuat daerah yang kaya minyak dan di mana jalur utama perdagangan (Terusan Suez dan bagian timur Laut Mediterania), menjadi incaran kapitalis Inggris. Bahkan Konstantinopel (Ankara), yang menjadi ibukota Turki, dan bagian selatan Balkan (wilayah jajahan Turki), menjadi incaran kapitalis dan monarkis Rusia. Diawali dengan perlombaan pertumbuhan angkatan laut dan persenjataan yang mengiringi persaingan perluasan pasar, perdagangan, dan sumber-sumber bahan mentah di koloni-koloni, dengan mudah isu pembunuhan Pangeran Austria-Hungaria meletus menjadi Perang Dunia. Perang Dunia tersebut memiliki akhir yang diakibatkan situasi revolusioner pemberontakan para prajurit, kaum tani, dan kelas pekerja di negeri-negeri yang berperang (seperti revolusi Rusia 1917, revolusi Jerman 1918). Kemudian, terjadi pembagian wilayah-wilayah dunia melalui perjanjian Versailles. Tidak heran, jika Perang Dunia I dikatakan oleh banyak sejarawan sebagai perang yang mengakhiri perang-perang (kolonial) lainnya.
Penjatahan dunia, yang dihasilkan perjanjian Versailles, ternyata tak mengakhiri ketegangan politik antar imperialis dunia. Malahan booming ekonomi yang muncul justru melahirkan bencana yang lain: persaingan untuk perluasan pasar. Itu disebabkan kelebihan kapasitas produksi di negeri-negeri imperialis seperti AS dan Inggris. Resesi ekonomi 1929 adalah titik di mana para kapitalis mulai memikirkan perluasan pasar.
Dalam keadaan booming, harga-harga saham jelas meroket, dan membuat kaya para calo saham, kapital finans, dan memungkinkan investasi besar-besaran industri manufaktur. Namun seiring dengan bertambahnya jumlah barang-barang yang diproduksi, tingkat keuntungan menurun karena itu, untuk memenangkan persaingan, para kapitalis menurunkan harga barang-barang mereka. Tapi, persoalannya, kapasitas produksi yang berlebih itu adalah hasil dari investasi yang besar?terutama dalm peningkatan teknologi untuk mengatasi pesaing-pesaing mereka?yang juga mengharapkan keuntungan yang tinggi. Begitu menyadari tingkat keuntungan yang terjadi lebih rendah dari harga saham, para investor beramai-ramai menarik dana mereka, melepas saham-saham mereka di pasar (stockmarket crash).
Kembali, untuk menyalurkan kelebihan kapasitas produksi, para kapitalis merasa perlu memperluas pasar. Bahkan kalau perlu menghancurkan kapasitas produksi saingan mereka. Adolf Hitler berkata Lebensraum (Ruang Hidup) untuk menyatakan kebutuhan kapitalis Jerman memperluas pasar di Eropa. Bahkan banyak kapitalis Amerika, yang terlibat dalam industri-industri Jerman, ikut berinvestasi dalam industri mesin-mesin perang Jerman, karena politik netral dan isolasi Amerika. Di belahan bumi lainnya, lemahnya kapitalis Perancis dan Belanda di Asia Tenggara membuat Amerika dan Jepang terlibat perang dagang, yang berujung pada embargo minyak bumi atas Jepang. Semua konflik komersial itu berakhir dengan Blitzkrieg (serangan kilat) Jerman untuk merebut Gdansk (kota pelabuhan dan industri Polandia) dan serangan Jepang atas Pangkalan AS di Pearl Harbor.
Tapi, jauh sebelum 1939, kebijakan militerisme dan intervensi militer telah dilakukan oleh negeri-negeri imperialis. Salah satu sektor kapasitas industri yang berlebih, terutama baja dan mesin-mesin berat, digunakan untuk mengembang industri senjata, dan diarahkan oleh Pemerintahan Roosevelt sebagai bagian perbaikan ekonomi setelah resesi. Jepang memperluas imperiumnya ke dataran Manchuria (utara Cina) padahal, di sana, AS memiliki kepentingan komersial. AS juga mengerahkan tentaranya membantu Chiang Kai Sek, Jenderal Kuomintang. Di Eropa, revolusi Spanyol meletus setelah Jenderal Franco berupaya mengkudeta pemerintahan aliansi kaum sosialis dan demokrat yang menang melalui pemilu. Pasukan Franco terdiri dari para pendukung jenderal-jenderal kanan, tuan tanah, kapitalis, dan gereja katolik, dengan dukungan alat-alat perang baru dari Jerman dan Italia.
Perang-perang tersebut dengan gamblang memperlihatkan kepentingan perluasan pasar para kapitalis. Tapi kita tak boleh melupakan bahwa di balik itu para kapitalis memanfaatkan perkembangan teknologi militer untuk mengembangkan teknologi produksi mereka. Pembangkit listrik tenaga nuklir, yang luar biasa murah dalam menghasilkan listrik, adalah hasil dari pengembangan bom atom. Penempatan satelit, yang memajukan komunikasi dunia, adalah hasil dari pengembangan rudal-rudal balistik Jerman. Komputer, adalah hasil dari pengembangan mesin-mesin kode rahasia Jerman dan Inggris. Bahkan manajemen transportasi, yang kini berkembang, adalah hasil pengembangan perencanaan pendaratan pasukan besar-besaran yang terjadi di Pasifik, Afrika, dan Eropa Barat. Begitu banyak keuntungan yang diperoleh para imperialis dari kebijakan militerisme mereka.
Kepentingan pasar para kapitalis juga lah yang kemudian menghasilkan perang dingin dan perang-perang terbuka di Alzazair, Vietnam, Kamboja, dan daerah-daerah lainnya. Bahkan, meski mereka menggunakan isu demokrasi untuk menghabisi Jerman, Italia, dan Jepang, para imperialis juga menciptakan (atau setidaknya membantu proses tersebut) rejim-rejim otoriter, sebagian besar mengusung dominasi militer, seperti rejim Soeharto, junta-junta militer di Amerika Latin, dan berbagai tempat lainnya.
Kondisi krisis yang memuncak pada pertengahan tahun 2001 akhirnya membuat para kapitalis kembali kepada kebijakan militerisme. Hal tersebut disebabkan berbagai kebutuhan mendesak para kapitalis untuk menjaga posisi kelas mereka.
Pertama, perlawanan terhadap kapitalisme, dalam isu anti globalisasi, telah mencapai tingkat mobilisasi massa yang tinggi. Bahkan perlawanan tersebut telah melahirkan cikal bakal kerja sama antar rakyat dari berbagai negeri untuk melawan kapitalisme, yang telah berwujud dalam bentuk mobilisasi puluhan sampai ratusan ribu massa untuk memprotes setiap pertemuan para kapitalis dunia. Sampai-sampai, pertemuan WTO dipindahkan ke Doha, Qatar, karena rasa takut kapitalielah meningkat menjadi persoalan kebangsaan, sebagai akibat penindasan yang dilakukan TNI pada masa lalu, kini oleh Megawati dijadikan daerah darurat militer. Semua itu jelas-jelas merupakan upaya mempercepat proses pembungkaman demokrasi.
Dalam kondisi-kondisi demokrasi yang semakin menyempit lagi, karena desakkan dari imperialisme, sangat penting, bagi gerakan demokrasi di Indonesia, untuk menyatukan kekuatan dalam melakukan perlawanan terhadap pemerintahan yang kini berkuasa. Tanpa hal tersebut, semua hasil yang dicapai oleh gerakan reformasi 1998 akan menguap, tanpa makna.

Globalisasi yang sedang kita rasakan saat ini dampaknya telah berpengaruh pada kehidupan politik suatu bangsa untuk mendapatkan kemerdekaan dan kemakmuran yg seluas-luasnya dalam sebuah negara atupun individu masyarakat. Globalisasi saat ini bisa dikatakan sebagai bentuk penjajahan model baru yang bisa mengakibatkan keterpurukan ekonomi dan kemiskinan suatu bangsa yang tidak mampu mengimbangi pengaruh globalisasi tersebut. Janji negara Barat kepada negara berkembang bahwa globalisasi memberikan kemakmuran hanyalah retorika, kenyataanya yang mendapatkan kemakmuran hanya negara-negara maju. Globalisasi dengan ideologi kapitalis dan liberalis mencoba untuk memecah belah Indonesia disemua aspek politik, ekonomi dan sosial budaya.
Tidak adanya kekuatan kebangsaan, ekonomi dan militer, Indonesia tidak memiliki bargaining power dalam menghadapi tekanan negara maju. Terlebih kebebasan di era globalisasi dan reformasi sudah tidak terkendali, ideologi Pancasila sebagai pemersatu untuk membangkitkan kembali rasa nasionalisme dikalangan pemimpin politik, pengusaha, pemuda dan tokoh-tokoh agama mulai rapuh dan kemungkinan kedepan hanya tinggal sejarah. Materi wawasan kebangsaan, P4 dan BP-7 yang dulu dipakai sebagai pemersatu kini sudah tidak dipakai lagi. Begitu pula dengan arah pembangunan Indonesia yang akan dicapai kedepan sudah tidak memiliki pondasi kuat sebagaimana ketika di Orde Baru dengan GBHN dan REPELITA-nya. Kemerosotan moral dikalangan pemuda, kekerasan, kemiskinan dan kesenjangan sosial, sebagai dampak dari globalisasi dan lemahnya penegakan hukum, konspirasi dan kolusi dikalangan birokrasi, militer dan penegak hukum semakin sulit bagi Indonesia untuk menjadi bangsa yang bisa berdiri sendiri sehingga mempermudah intervensi asing untuk mencampuri urusan dalam negeri Indonesia. Karena globalisasi hanya memberikan 2 kemungkinan yaitu memberi kemakmuran dan kebebasan sekaligus mendatangkan kemiskinan dan ketergantungan pada negara lain sebagaimana yang dialami Indonesia saat ini.

Dalam era globalisasi ekonomi, perdagangan internasional antara negara menjadi kabur batasannya. Berkembangnya perdagangan internasional sejak didirikan General Agreemnet On Tariff and Trade (GAAT) pada tahun 1947 dengan tujuan memperluas perdagangan internasional sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Organisasi baru yang bernama Word Trade Organization (WTO). Untuk membantu perkembangan perdagangan internasional di negara-negara berkembangan, dibentuklan General System of Preference (GSP) oleh negara maju. Negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia, telah melaksanakan globalisasi ekonomi dengan melakukan liberalisasi ekonomi. Masing-masing negara menurut kecepatan yang berbeda dengan memperhitungkan komitmen mereka dalam WTO, APEC atau AFTA. Kerangka ketentuan
global dalam perdagangan internasional yang menjadi ruang gerak negara-negara berkembang sebagian besar ditentukan oleh negara-negara industri. Berkaitan dengan tatanan perdagangan internasional yang baru dimana WTO, APEC dan AFTA mempunyai ketentuan-ketentuan dasar yaitu ”keterbukaan Pasar” harus dilaksanakan dengan konsekuen agar negara berkembang seperti Indonesia benarbenar mempunyai kesempatan untuk memanfaatkan dampak-dampak positif dari Peranan Bidang Perkapalan dan Pelayaran Niaga dalam Perdagangan 15 perdagangan bebas, terutama keterbukaan perdagangan antara negara ASEAN yang memberikan kesempatan kepada tiap negara untuk saling mengisi peluang pasar yang ada sesuai kemampuan produksi masing-masing negara. Keuntungan dari keterbukaan pasar dapat menyebabkan peningkatan produksi barang untuk dipasarkan ke Negara yang membutuhkan. Jadi peranan industri pelayaran semakin penting di dunia, karena kapal merupakan sarana yang sangat tepat dalam perdagangan internasional. Penyelenggaraan angkutan laut di Indonesia sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan strategis. Adapun perubahan-perubahan tersebut meliputi hal-hal sebagai
berikut:

1.   Lingkungan Global
  • Kecenderungan globalisasi dan liberalisasi perdagangan dan investasi dengan adanya World Trade Organisation-WTO dan General Agreement on Trade in Services-GATS, akan dapat meningkatkan kebutuhan jasa angkutan laut ekspor-impor dan kebutuhan jasa penunjang angkutan laut;
  • Pergeseran sentra kegiatan perekonomian dunia dari kawasan Atlantik ke kawasan Pasifik. Pergeseran ini diikuti dengan kecenderungan berkembangnya pola pelayaran antara pelabuhan-pelabuhan di Pantai Barat Amerika (American West Coast) dan pelabuhan-pelabuhan di Pasifik Barat (Jepang, Korsel, Taiwan, Hongkong dan Cina) serta di Pasifik Barat Daya (khususnya negara-negara anggota ASEAN);
  • Perkembangan Manajemen Pengusahaan di Bidang Angkutan Laut dan Kepelabuhanan;
  • Perkembangan pengaturan dalam International Maritime Organization (IMO).
 2.   Lingkungan Regional
a.   Kerja Sama Sub Regional, meliputi:
  • Singapore-Johor-Riau (SIJORI)
  • Indonesia-Malaysia-Singapore Growth Triangle (IMS-GT);
  • Kerja sama Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT);
  • Kerja sama Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East Asia Growth Area (BIMP-EAGA);
  • Kerja sama Indonesia-Australia.
 b.   Kerja Sama Regional
  • ASEAN Free Trade Agreement (AFTA), diperkirakan akan meningkatkan volume perdagangan antar negara ASEAN yang dengan sendirinya akan meningkatkan permintaan jasa transportasi laut.
  • Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) akan menuju kesepakatan di bidang International Passenger Transport, International Cargo Transport dan Cargo Handling.
3.   Lingkungan Nasional
      Pengaruh lingkungan strategis nasional, antara lain berupa:
  • Terjadinya Krisis Ekonomi/Multidimensi yang berdampak pada kemunduran usaha di bidang angkutan laut dan usaha penunjangnya;
  • Pelaksanaan Otonomi Daerah/Desentralisasi yang menimbulkan perubahan kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam penyelenggaraan transportasi berdasarkan UU no. 32 tahun 2004.

Pemuda di Tengah Arus Globalisasi

Pemuda merupakan generasi penerus Bangsa yang di harapkan mampu menjawab persoalan-persoalan dan juga tantangan-tantangan Bangsa yang kian hari semakin rumit. Namun seiring berjalannya waktu peran pemuda khususnya mahasiswa di Indonesia kian meredup, hal ini terbukti dengan semakin apatisnya para mahasiswa melihat kondisi yang terjadi di sekitar mereka. Fenomena semacam ini memang sudah lumrah terjadi di era globalisasi yang terus berkembang seperti saat ini, karena pengaruh yang di berikan oleh globalisasi, dengan atau tidak sadar akan membuat pola pikir mahasiswa bergeser, dari yang seharusnya sosialis menjadi individualis, seharusnya ideologis menjadi pragmatis. Sebagai mahasiswa seharusnya hal semacam itu tidak boleh terjadi pada kita, karena apa? Karena apabila hal itu terjadi kita tidak lagi pantas menyandang gelar “maha” di depan kata siswa, sekali lagi coba kita resapi apa makna kata maha, dan kenapa kata itu disandangkan kepada kita, orang-orang yang menuntut ilmu di perguruan tinggi? Di luar negeri tidak ada gelar maha di depan kata siswa, hanya di Idonesia hal itu diberikan. Pemberian kata maha di depan kata siswa menunjukkan adanya harapan dari rakyat Indonesia terhadap kita para mahasiswa, karena hanya kepada sang mahalah rakyat Indonesia menaruh harapan dan menggantungkan masa depan mereka, maha-maha itu adalah pertama sang Maha Segalanya atau Tuhan dan yang kedua yaitu kita sang “maha”siswa, jadi ketika status kita telah berubah menjadi mahasiswa maka beban tanggungjawab yang kita embanpun bertambah, selain tanggungjawab terhadap diri sendiri, Tuhan, orang tua, kita juga bertanggungjawab terhadap Nusa dan Bangsa Indonesia. Karena itu sudah semestinya para mahasiswa untuk tetap menjadi kaum – kaum yang idealis yang bebas dari kepentingan pihak-pihak tertentu dan juga mampu mempertahankan ideologi dari gempuran arus globalisasi.

Berbicara mengenai globalisasi penting untuk kita ketahui apakah sebenarnya globalisasi itu? Kata “globalisasi” diambil dari kata global, yang maknanya ialahuniversal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat. Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama.
Melihat perkembangan dari globalisasi saat ini mungkin pengertian globalisasi yang paling tepat untuk  digunakan adalah pengertian yang kedua ( globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir ). Di masa lalu, untuk menjamin tersedianya bahan baku dan pasar bagi barang-barang yang di produksinya, maka kapitalisme berubah bentuk menjadi “imperialisme” dan “kolonialisme”. Dengan cara menaklukan negeri-negeri lain secara fisik dan menjadikan negeri-negeri itu sebagai jajahan atau koloninya, maka kaum kapitalis bisa secara paksa membeli bahan baku dengan harga yang sangat murah dan sebaliknya, bisa menjual hasil produknya dengan harga yang sangat tinggi. Cara ini terbukti telah mengakibatkan terjadinya penghisapan dan penindasan yang tiada tara kejamnya. Dalam konteks Indonesia hal inilah yang menjadi sebab musabab mengapa pemuda di republik ini bangkit melawan kolonialisme dan berjuang untuk kemerdekaan bangsa Indonesia. Cara-cara pemaksaan seperti yang terjadi pada masa kolonialisme sudah barang tentu tidak bisa  lagi di lakukan sekarang. Selain sudah ketinggalan jaman, cara semacam itu juga dianggap tidak beradab dan bertentangan dengan hak asasi manusia yang di akui sebagai hak universal.  Oleh karena itu, diperlukan cara baru yang lebih canggih, lebih elegan, dan seolah-olah lebih manusiawi. Dan cara itu dirumuskan oleh kaum neoliberal sebagai globalisasi dan pasar bebas.
Akan tetapi, sama halnya dengan bentuknya yang lama – imperialisme dan kolonialisme – , kapitalisme bentuk baru sekarang ini – globalisasi dan pasar bebas – sudah hampir dipastikan akan juga menghasilkan penghisapan dan penindasan. Dan, seperti dikatakan di atas, bentuk penghisapan dan penindasan itu lebih canggih,  sehingga seringkali membuat orang yang tertindas sendiri merasa senang dan bahagia. Selanjutnya kemampuan propaganda yang begitu hebat dan canggih dari kaum neoliberal ternyata telah menjadikan globalisasi dan pasar bebas sebagai sesuatu yang sangat populer dan dianggap sebagai sesuatu yang sangat indah bagi kebanyakan orang, terutama para tokoh politik dan pimpinan negara termasuk di Indonesia. Dengan ikut menyebut-nyebutkan gagasan itu, ditimbulkan kesan dan perasaan yang menempatkan mereka dalam posisi sebagai orang yang tanggap akan perkembangan jaman,sebagai orang yang mengerti persoalan dan berpikiran maju.
Begitu hebatnya propaganda kaum neoliberal itu, maka bahaya yang sangat besar dan sudah ada di depan mata menjadi tidak tampak sama sekali. Seperti misalnya, bahaya persaingan bebas yang hanya akan memenangkan pihak yang kuat saja, dan pada tahap berikutnya akan menjadikan jenjang perbedaan antara yang kaya dan yang miskin semakin lebar, sama sekali luput dari perhatian mahasiswa. Sekaliput kita sering kali mengkhawatirkan bahaya kesenjangan tersebut, namun dalam konteks globalisasi dan pasar bebas, bahaya tersebut seolah-olah hilang sirna dengan sendirinya. Bahaya proses free-fight competition and survival of the fittest ( persaingan bebas yang hanya akan memenangkan pihak yang kuat ) dan berbagai akibat turutannya, seperti proses akumulasi dan sentralisasi kapital serta proses proletarisasi kekuatan ekonomi lemah dan menengah yang merupakan bahaya dasar dari kapitalisme luput dari perhatian mahasiswa.
Sebagai kaum intelektual, seharusnya mahasiswa tidak mudah termakan oleh propaganda-propaganda kaum kapitalis yang berkedok globalisasi, memang globalisasi memberikan manfaat yang banyak terhadap kehidupan kita sekarang terutama dalam bidang informasi, namun sekali lagi apabila kita tidak pandai-pandai untuk memilah-milah, maka yang akan terjadi adalah justru kita terjebak dalam arus dan menjadi orang yang apatis serta hedonis seperti yang sekarang tengah terjadi di kalangan mahasiswa sekarang ini. Demi melanggengkan apa yang kita sebut globalisasi banyak hal di lakukan oleh para kaum kapitalis untuk membumkam pemikiran kritis para pemuda terutama para mahasiswa, yaitu dengan melakukan penjajahan terhadap pemikiran melalui berbagai cara yang terbukti ampuh seperti melalui film-film, produk-produk dan berbagai hal lainnya yang mampu membuat pemuda kehilangan jati dirinya.
Sebagai pemuda yang masih mempunyai idealisme, seharusnya kita mampu menjadi garda terdepan dalam membendung pengaruh negatif dari globalisasi terhadap Bangsa Indonesia, karena hanya orang yang mempunyai idealismelah yang mampu mempertahankan jati diri kita yang sebenarnya, jati diri sebagai Bangsa Indonesia yang besar, bangsa yang gemar akan gotong royong, bangsa yang suka akan kerja keras, bukan bangsa yang mudah terpecah belah dan konsumtif seperti saat ini.
Dalam kehidupan dalam organisasi-organisasi di dalam kampus pun, ruh pergerakan mahasiswa telah hilang, hanya eksistensilah yang menonjol dari apa yang dilakukan para mahasiswa dalam organisasi kampus yang sekarang ada seperti BEM, Senat Mahasiswa, maupun organisasi-organisasi yang lainnya. Esensi organisasi intrakampus lambat laun mulai hilang, kultur-kultur pergerakan yang progresif revolutionare mulai tergerus oleh jaman, hilang dan di gantikan dengan stagnansi pergerakan mahasiswa. Kampus sebagai gambaran negara dalam bentuk kecil telah berganti sebagai tempat berkumpul dan belajar, jarang sekali ada mahasiswa kritis yang mau mengkritisi berbagai hal yang terjadi.
Sudah saatnya pemuda baangun, sudah saatnya mahasiswa kembali ke rel nya yang sebenar-benarnya relnya mahasiswa, salah satu bapak proklamator kita yaitu bung karno sering berpidato kepada para mahasiswa yang salah satunya adalah HILANGKAN STERILITEIT DALAM GERAKAN MAHASISWA yang banyak memberikan pesan kepada kita para mahasiswa bagaimana kita seharusnya berbuat dan bertindak, ingat juga kata-kata beliau Beri aku seribu orang, dan dengan mereka aku akan menggerakan Gunung Semeru! Tapi berilahaku sepuluh pemuda bersemangat, maka aku akan mengguncang dunia. Lihat betapa besar asa yang di usung oleh para pemuda, bahkan dengan semangat mereka yang bersepuluh mampu mengalahkan seribu orang. Wahai para pemuda, wahai para mahasiswa begitu besar asa yang kalian usung dan jalan yang ada memang tak mudah namun dengan semangat, idealisme dan pemikiran kritis pastilah hal itu dapat kita lalui besama. MERDEKA!!!

Contoh Globalisasi

Orang Amerika menikah dengan orang Afrika, menikahnya di Australia dan pernikahannya dipimpin oleh seorang pastur berkebangsaan Austria.
Pengantin wanita memakai gaun yang didesain khusus oleh designer Italia, gaunnya terbuat dari kain sutra India, pengantin wanita tersebut memakai parfume buatan Prancis.
Sedangkan pengantin pria memakai jas yang dibeli khusus di Spanyol dan ia memakai sepatu yang diimport dari Kanada.
Lalu kedua pengantin tersebut pergi dengan menggunakan mobil sedan buatan Jerman, tak diduga di tengah jalan, mobil sedan itu bertabrakan dengan truk buatan China yang sedang membawa se-ton jeruk yang diimport dari Thailand. Seketika itu juga supir truk yang ternyata berkebangsaan Malaysia itu tewas, karena truknya menghantam jembatan yang didesign oleh arsitektur Belanda. Kedua pengantin terluka parah, dan akhirnya dibawa ke rumah sakit terdekat dengan menggunakan mobil ambulance yang khusus dirakit di Swiss.

Berita ini pun tersebar ke seluruh dunia melalui internet, dan mungkin anda sedang mengaksesnya di komputer anda masing-masing, yang mungkin komputer milik anda itu dirakit di Jepang, yang chipnya dibuat di Finlandia dan hardware-nya diimport dari Korea. Dan memakai software yang kemungkinan besar telah dibajak besar-besaran oleh orang Indonesia....

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan semakin kencangnya arus globalisasi dunia membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Banyak sekolah di indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini mulai melakukan globalisasi dalam sistem pendidikan internal sekolah. Hal ini terlihat pada sekolah – sekolah yang dikenal dengan billingual school, dengan diterapkannya bahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa Mandarin sebagai mata ajar wajib sekolah. Selain itu berbagai jenjang pendidikan mulai dari sekolah menengah hingga perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang membuka program kelas internasional. Globalisasi pendidikan dilakukan untuk menjawab kebutuhan pasar akan tenaga kerja berkualitas yang semakin ketat. Dengan globalisasi pendidikan diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat bersaing di pasar dunia. Apalagi dengan akan diterapkannya perdagangan bebas, misalnya dalam lingkup negara-negara ASEAN, mau tidak mau dunia pendidikan di Indonesia harus menghasilkan lulusan yang siap kerja agar tidak menjadi “budak” di negeri sendiri.
Persaingan untuk menciptakan negara yang kuat terutama di bidang ekonomi, sehingga dapat masuk dalam jajaran raksasa ekonomi dunia tentu saja sangat membutuhkan kombinasi antara kemampuan otak yang mumpuni disertai dengan keterampilan daya cipta yang tinggi. Salah satu kuncinya adalah globalisasi pendidikan yang dipadukan dengan kekayaan budaya bangsa Indonesia. Selain itu hendaknya peningkatan kualitas pendidikan hendaknya selaras dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Tidak dapat kita pungkiri bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam hal ini, untuk dapat menikmati pendidikan dengan kualitas yang baik tadi tentu saja memerlukan biaya yang cukup besar. Tentu saja hal ini menjadi salah satu penyebab globalisasi pendidikan belum dirasakan oleh semua kalangan masyarakat. Sebagai contoh untuk dapat menikmati program kelas Internasional di perguruan tinggi terkemuka di tanah air diperlukan dana lebih dari 50 juta. Alhasil hal tersebut hanya dapat dinikmati golongan kelas atas yang mapan. Dengan kata lain yang maju semakin maju, dan golongan yang terpinggirkan akan semakin terpinggirkan dan tenggelam dalam arus globalisasi yang semakin kencang yang dapat menyeret mereka dalam jurang kemiskinan. Masyarakat kelas atas menyekolahkan anaknya di sekolah – sekolah mewah di saat masyarakat golongan ekonomi lemah harus bersusah payah bahkan untuk sekedar menyekolahkan anak mereka di sekolah biasa. Ketimpangan ini dapat memicu kecemburuan yang berpotensi menjadi konflik sosial. Peningkatan kualitas pendidikan yang sudah tercapai akan sia-sia jika gejolak sosial dalam masyarakat akibat ketimpangan karena kemiskinan dan ketidakadilan tidak diredam dari sekarang.
Oleh karena itu, hendaknya pemerintah yang dalam hal ini sebagai pengemban amanat rakyat, dapat bergerak cepat menemukan dan memperbaiki celah – celah yang dapat menyulut gejolak tersebut. Salah satunya dengan cara menjadikan pendidikan di Indonesia semakin murah atau bahkan gratis tapi bukan pendidikan yang murahan tanpa kualitas. Hal ini memang sudah dimulai di beberapa daerah di Indonesia yang menyediakan sekolah unggulan berkualitas yang bebas biaya. Namun hal tersebut baru berupa kebijakan regional di daerah tertentu. Alangkah baiknya jika pemerintah pusat menerapkan kebijakan tersebut dalam skala nasional . Untuk dapat mewujudkan hal tersebut pemerintah perlu melakukan pembenahan terutama dalam bidang birokrasi. Korupsi mesti segera diberantas, karena korupsi merupakan salah satu yang menghancurkan bangsa ini. Dengan menekan angka korupsi di Indonesia yang masuk jajaran raksasa korupsi dunia, diharapkan dapat memperbesar alokasi dana untuk pendidikan. Globalisasi dalam dunia pendidikan saat ini memang diperlukan untuk menghadapi tantangan global. Namun demikian globalisasi pendidikan hendaknya tidak meninggalkan masyarakat kita yang masih termasuk golongan lemah agar kemajuan bangsa ini dapat menikmati secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

Manfaat Globalisasi bagi Indonesia

Globalisasi merupakan hal yang sangat mengerikan jika bisa merubah semua tatanan kehidupan dengan meninggalkan nilai-nilai luhur bangsa. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional tidak akan terlepas dari pengaruh globalisasi. Namun, dari perubahan itu justru globalisasi juga memiliki dampak dan manfaat yang positif bagi bangsa indonesia.Oleh karena itu, bangsa indonesia harus memiliki filter untuk menangkal dampak negatif dari globalisasi.
Respon bangsa Indonesia sendiri terhadap globalisasi itu adalah sebagai peluang dan tantangan. Peluang berarti setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk memanfaatkan situasi ini dalam menghidupi kehidupannya dengan baik, sedangkan tantangan berarti setiap orang diberi kesempatan untuk berkompetisi dan menunjukkan kemampuannya. Sebagai contoh keduanya adalah :
  • Pasar Bebas
  • Perkembangan IPTEK
  • Wawasan budaya semakin luas
  • Terbukanya lapangan kerja

Secara garis besar, ada manfaat yang berguna bagi bangsa Indonesia akibat dari globalisasi ini terjadi di bidang, diantaranya :
  • Sosial Budaya
    Dari sudut kebudayaan, globalisasi dapat memperluas wawasan budaya, meningkatkan kemampuan bahasa asing, meningkatkan pengetahuan, mengubah sikap mental kearah yang lebih baik, meningkatkan produktivitas kerja, dan memberikan arah dalam perilaku.
  • Teknologi dan Transportasi
    Dalam bidang teknologi, globalisasi telah banyak membawa perubahan yang begitu besar bagi kehidupan bangsa Indonesia. Kemajuan zaman menyebabkan terjadinya perkembangan terhadap teknologi informasi. Dengan adanya perkembangan, masyarakat memperoleh manfaat yang sangat banyak. Contoh, dengan adanya Internet kita bisa mengetahui tentang apa saja yang belum kita letahui.
    Selain itu perkembangan dan perubahan juga terjadi di bidang teknologi transportasi. Contoh, dengan adanya tranportasi melalui udara kita bisa mancapai suatu tujuan dengan cepat.
  • Ekonomi
    Globalisasi juga membawa dampak terhadap kehidan bangsa Indonesia dalam bidang ekonomi seperti, Globalisasi mampu meningkatkan kemampuan berkompetisi dan meningkatkan kualitas produksi dalam negeri untuk meningkatkan pendapatan perkapita mayarakat.
  • Politik
    Di Indonesia, politik juga mengalami perkembangan akibat dari globalisasi. Seperti, Indonesia mampu menegakkan nilai-nilai demokrasi, mempererat hubungan dan meningktkan keaktifan dalam hubungan inernasional demi menuju perdamaian dunia.
  • Hukum
    Dalam bidang hukum, Indonesia turut serta dalam organisasi Internasional dan turut meratifikasi perjanjian hukum internasional dalam berbagai masalah.
  • Lingkungan Hidup
    Dalam rangka keikut sertaannya Indonesia dalam menjaga dan melestarikan lingkungan hidup, Indonesia juga turut menentang pemakaian senjata nuklir baik untuk perang maupun penelitian yang dapat merusak lingkungan hidup.

Globalisasi dan Kemiskinan

Kemiskinan bukan ekses globalisasi. Begitu Hernando de Soto, seorang pemikir ekonomi dunia asal Peru, menegaskan. Kemiskinan di dunia, katanya, bukanlah akibat ekses globalisasi dan kapitalisme.
Kemiskinan dan globalisasi memang sudah lama menjadi bahan perdebatan, bukan hanya di kalangan ekonom-ekonom dalam negeri, tapi juga dunia. Perdebatannya pun tak pernah jauh-jauh dari bagaimana dampak globalisasi terhadap kemiskinan; menekan kemiskinan atau justru memperbesar kemiskinan.
Sejak proses globalisasi mulai berlangsung, kondisi kehidupan di hampir semua negara terkesan meningkat, apalagi jika diukur dengan indikator-indikator lebih luas. Namun, seringkali pula peningkatan itu hanya ada dalam hitung-hitungan di atas kertas. Negara-negara maju dan kuat memang bisa meraih keuntungan, tapi tidak negara-negara berkembang dan miskin.
Pengalaman sudah membuktikan sejak proses globalisasi bergulir muncul pula isu-isu seperti perdagangan global yang tidak fair, juga sistem keuangan global yang labih yang menelorkan krisis. Dalam kondisi tersebut, negara-negara berkembang dan miskin berulang kali terjebak jeratan utang yang justru jadi beban. Belum lagi bermunculan rezim hak properti intelektual, yang malah menghabisi akses masyarakat miskin untuk mendapat obat-obatan dengan harga terjangkau.
Dalam proses globalisasi, seharusnya uang mengalir dari negara kaya ke negara miskin. Tapi, dalam beberapa tahun terakhir, yang terjadi justru sebaliknya. Sementara negara-negara kaya memiliki kemampuan untuk menahan risiko fluktuasi kurs dan suku bunga, negara-negara berkembang dan miskin menanggung beban fluktuasi tadi.
Fakta-fakta tersebut jelas tidak menjadikan De Soto, juga kita, antiglobalisasi. Soto hanya menunjuk kemiskinan di negara berkembang dan miskin bukan karena globalisasi tapi karena pemerintah tak memberi kesempatan pada rakyatnya untuk masuk ekonomi pasar. Karenanya, pemerintah dianggap perlu memformalkan sektor informasl. Caranya dengan legalisasi usaha-usaha informal dan memberikan sertifikat atas lahan dan aset-aset sektor informal tadi. Soto mengusulkan agar penduduk, usaha informal, dan petani miskin diberi sertifikat sehingga bisa dengan mudah mendapat pinjaman modal perbankan, yang tak lain korporasi besar. Pemberian sertifikat itulah yang kemudian disebutnya sebagai kodifikasi hukum.
Gagasan boleh saja. Reformasi hukum, harus. Tapi, ingat juga siapa yang bakal dihadapi sektor informal –dengan bekal sertifikat dan pinjaman perbankan yang tak seberapa– setelah mendapat akses ekonomi pasar? Korporasi-korporasi besar mancanegara, bermodal besar, berjaringan kuat, dan telanjur mendapat akses jauh lebih besar lantaran pemerintah menandatangani pembukaan akses pasar alias globalisasi.
Petani miskin kita, dengan modal sertifikat dan pinjaman perbankan tak seberapa, setelah mendapat akses ekonomi pasar, ‘dipaksa’ menghadapi petani-petani negara maju bertameng subsidi dan proteksi pemerintah. Bukankah ketidakseimbang itu yang jadi sebab mandeknya perundingan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO)?
Kita memang tidak seharusnya antiglobalisasi. Kita juga perlu terus melakukan reformasi di bidang hukum, termasuk yang terkait perdagangan bebas dan pembukaan akses pasar. Tapi, kita perlu juga mewaspadai akibat globalisasi terhadap proses pemiskinan. Globalisasi mungkin tidak akan memiliki ekses pada kemiskinan, jika pemerintah tahu benar cara melindungi sektor informal domestik dalam keterbukaan akses pasar. Tanpa perlindungan itu, gagasan Soto boleh jadi hanya berarti bagi satu dua korporasi besar.

Pengaruh positif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme :
1. Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis. Karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara, jika pemerintahan djalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut berupa rasa nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat.
2. Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa.
3. Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola berpikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa yang pada akhirnya memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap bangsa.

Pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme :
1. Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang
2. Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza Hut,dll.) membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia.
3. Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.

Dampak positif Globalisasi :
1. Mudah memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan
2. Mudah melakukan komunikasi
3. Cepat dalam bepergian ( mobili-tas tinggi )
4. Menumbuhkan sikap kosmopo-litan dan toleran
5. Memacu untuk meningkatkan kualitas diri
6. Mudah memenuhi kebutuhan


Dampak negatif Globalisasi:
1. Informasi yang tidak tersaring
2. Perilaku konsumtif
3. Membuat sikap menutup diri, berpikir sempit
4. Pemborosan pengeluaran dan meniru perilaku yang buruk
5. Mudah terpengaruh oleh hal yang berbau barat

Munculnya globalisasi tentunya membawa dampak bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Dampak globalisasi tersebut meliputi dampak positif dan dampak negatif di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain- lain akan berdampak kepada nilai- nilai nasionalisme terhadap bangsa.

Strategi Menghadapi globalisasi

Strategi Menghadapi Globalisasi - Presentation Transcript

  1. Strategi Menghadapi Globalisasi
    • Apa Globalisasi ?
    • Mengapa / Tujuan Globalisasi ?
    • Bagaimana Bentuk Globalisasi ?
    • Dampak Globalisasi ?
    • Strategi Menghadapi Globalisasi ?
  2. Apa Globalisasi ?
    • Secara historis globalisasi berarti meluasnya pengaruh suatu kebudayaan atau agama ke seluruh penjuru dunia .
    • Globalisasi yang terjadi sekarang dimungkinkan oleh penggunaan media elektronik dalam mengirim dan menerima informasi.
    • Efek nya adalah bahwa ruang dan waktu menjadi kecil, Apa yang terjadi di satu belahan dunia akan mempengaruhi belahan lainnya . Para ahli komunikasi menyebutnya sebagai gejala time-space compression atau menyusutnya ruang dan waktu .
  3. Tujuan Globalisasi
    • Pada hakikatnya, setiap orang atau kelompok orang ingin mempengaruhi orang atau kelompok lainnya.
    • Pada kenyataannya, Globalisasi merupakan bentuk baru imperialisme dengan bersenjatakan standardisasi international
  4. Bentuk Globalisasi
    • Standardisasi International
    • Semakin menipisnya batas teritorial negara berakibat semakin tereduksinya kekuatan sebuah pemerintahan dalam membatasi warganya, terutama dalam lifestyle dan budaya yang berubah-ubah dengan cepat
    • Perdagangan bebas, termasuk ‘komoditi’ Pendidikan
  5. Dampak Globalisasi
    • Skala Makro : Negara-negara dunia ke tiga sebagai pasar produk industri dan budaya negara maju, yang mengakibatkan semakin lebarnya jurang perbedaan antara negara maju dan negara ke tiga.
    • Skala Mikro : seperti kasus Hero Supermarket dan industri botol di Illionis.
  6. Strategi Menghadapi Globalisasi
    • Batu landasan Globalisasi adalah Perubahan yang berakselerasi
    • Tugas kita : mencermati fenomena-fenomena perubahan yang terjadi, mengambil kesimpulan esensi dari fenomena-fenomena tersebut, merancang langkah strategis sebagai antisipasi dan mengajak anak buah kita melakukan hal tersebut.
  7. Perubahan Makro
    • Perubahan Alami : Life cycle
    • Perubahan akibat Transformasi :
    • kekuatan perubahan politik dan sosial
    • kekuatan pengaruh t eknologi komunikasi, dunia rekreasi, dan dunia seni menyatu . Misalnya, institusi pendidikan harus menjadi pusat informasi ter- up to date, tempat belajar yang rekreatif dan tempat memperoleh pengalaman-pengalaman baru yang menyenangkan
    • perubahan di bidang ekonomi
  8. Manifestasi Transformasi
    • P erubahan yang bersifat lambat dan berangsur-angsur ,jika tidak diantisipasi bisa mematikan. Contoh: industri botol di Illionis
    • P erubahan yang merupakan loncatan dahsyat . Misalnya munculnya Super market menggilas pasar tradisional
    • P erubahan bersifat intermitent atau sesekali . Misal: Ketakpuasan terhadap pendidikan kita.
    • P erubahan yang dikenal dengan nama chaos . Misalnya: peristiwa menjelang kejatuhan Suharto. Ini akibat kumulasi nilai-nilai yang tidak sesuai.
  9. Perubahan Mikro
    • Perubahan yang terjadi di internal sebuah organisasi atau institusi sebagai langkah strategis untuk menghadapi perubahan makro .

Globalisasi kebudayaan

Globalisasi kebudayaan

Sub-kebudayaan Punk, adalah contoh sebuah kebudayaan yang berkembang secara global.

Globalisasi memengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat termasuk diantaranya aspek budaya Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian yang merupakan subsistem dari kebudayaan.
Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture) telah terlihat semenjak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia ini ( Lucian W. Pye, 1966 ).
Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antar bangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antar bangsa lebih mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi kebudayaan.

Ciri berkembangnya globalisasi kebudayaan

  • Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional.
  • Penyebaran prinsip multikebudayaan (multiculturalism), dan kemudahan akses suatu individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya.
  • Berkembangnya turisme dan pariwisata.
  • Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain.
  • Berkembangnya mode yang berskala global, seperti pakaian, film dan lain lain.
  • Bertambah banyaknya event-event berskala global, seperti Piala Dunia FIFA.
  • Persaingan bebas dalam bidang ekonomi
  • Meningkakan interaksi budaya antar negara melalui perkembangan media massa

Dampak globalisasi

Dampak positif globalisasi antara lain:
  • Mudah memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan
  • Mudah melakukan komunikasi
  • Cepat dalam bepergian (mobilitas tinggi)
  • Menumbuhkan sikap kosmopolitan dan toleran
  • Memacu untuk meningkatkan kualitas diri
  • Mudah memenuhi kebutuhan
Dampak negatif globalisasi antara lain:
  • Informasi yang tidak tersaring
  • Perilaku konsumtif
  • Membuat sikap menutup diri, berpikir sempit
  • Pemborosan pengeluaran dan meniru perilaku yang buruk
  • Mudah terpengaruh oleh hal yang tidak sesuai dengan kebiasaan atau kebudayaan suatu negara

;;

By :
Free Blog Templates