Jumat, 23 Desember 2011

Dampak Globalisasi Terhadap Upaya Mewujudkan Cita � cita Kemandirian Perekonomian Nasional
.
Oleh Sulastomo
Catatan redaksi- Naskah ini adalah bahan ceramah Sdr Sulastomo di kantor Sekretariat Wakil Persiden RI, pada tanggal 14 November yang lalu. Kami muat untuk pembaca, semoga bermanfaat.

Tema yang kita bicarakan hari ini, adalah sebuah tema yang sedang banyak dibicarakan di banyak negara. Semua negara, dewasa ini, sedang bergulat untuk membicarakan tema ini. Dampak globalisasi, bagi perekonomian nasional. Sebab, mau tidak mau, perekonomian semua negara akan terkena dampak globalisasi, baik positif maupun negatifnya.

Dalam hubungan ini, kita juga harus menyadari, bahwa setiap negara mempunyai kepentingannya sendiri, yang tentu saja bisa berdampak merugikan kepentingan negara lain. Globalisasi, dengan demikian dapat menjadi ajang adu kepentingan, konflik bahkan perang baru, perang di zaman pasca-perang dingin, yang tidak memerlukan kekuatan militer. Sebagian, sudah mengatakan sebagai momentum lahirnya kolonialsime baru, penjajahan baru dari aspek perekonomian. Sebab, kepentingan ekonomi itulah yang sesungguhnya menjadi motivasi lahirnya kolonialisme itu. Di sinilah relevansi perlunya kemandirian di bidang perekonomian.

Memahami globalisasi

Globalisasi adalah fenomena pasca perang dingin, antara Blok Barat (Kapitalisme, yang dipimpin AS) dan Blok Timur (Komunisme, yang dipimpin Uni Soviet), yang memisahkan manusia dengan manusia lainnya, atau bangsa dengan bangsa lainnya, sehingga kita sekarang hidup di alam tanpa batas. Sekat � sekat itu, secara fisik, antara lain ditandai dengan runtuhnya tembok Berlin, yang kemudian disertai bebasnya lalu lintas barang, jasa dan nilai � nilai ideologi, ekonomi, politik dan sosial budaya.

Dengan runtuhnya Uni Soviet sebagai fegara adikuasa, telah menampilkan Amerika Serikat sebagai satu � satunya negara adikuasa di era globalisasi. Dapat dipahami, bahwa peran AS adalah sangat besar (terbesar?) di era globalisasi. Karena itu, globalisasi, oleh Thomas Friedman, seorang wartawan senior the New York Times, penulis buku tentang globalisasi yang berjudul Lexus and the Olive Tree, 2000), globalisasi juga dikatakan sebagai Americanization

Menurut Thomas Friedman, globalisasi memiliki tiga dimensi. Dimensi ideologi adalah kapitalsime, dimensi ekonomi adalah pasar bebas dan dimensi teknologi adalah teknologi informasi. Fenomena ini, tulis Friedman, mengharuskan kita menyesuaikan diri dengan era yang baru itu. Kita harus memakai baju baru, menggantikan baju lama, bajunya Mao atau pun Nehru, yang dikatakannya sebagai �the golden straitjacket� . Setiap negara, harus menyesuaikan diri dengan era baru dan harus berusaha secara bertahap menerapkan prinsip � prinsip globalisasi.

Di bidang ekonomi, prinsip � prinsip baru itu adalah:

Menempatkan sektor swasta sebagai andalan pertumbuhan ekonomi, mempertahankan inflasi pada tingkat yang rendah, dan mempertahankan stabilisasi barang dan jasa, mengurangi peran birokrasi, mempertahankan anggaran berimbang dan surplus, menghapus atau menurunkan tarif impor, menghapus segala bentuk hambatan investasi LN, membebaskan segala bentuk kuota dan monopoli, meningkatkan ekspor, memprivatisasi segala bentuk usaha industri, barang dan jasa dan diperjual � belikan di pasar modal, termasuk kepada investor asing secara langsung, deregulasi ekonomi untuk membuka peluang kompetisi, memberantas korupsi di lingkungan birokrasi, membuka sistem perbankan dan telekominunikasi pada kepemilikan sektor swasta, memberi peluang kepada setiap warga negara untuk memilih sistem pensiunnya berdasar kompetisi, termasuk yang diselenggarakan pihak asing.

Prinsip � prinsip seperti itu, menjadi wahana hubungan perekonomian antar-bangsa, baik bilateral maupun multilateral, serta oleh lembaga � lembaga internasional, baik PBB, Bank Dunia, IMF maupun WTO.

Apabila kita telah dapat melaksanakan semua itu, maka akan terjadi demokratisasi untuk memperoleh teknologi, demokratisasi keuangan dan demokrasi untuk memperoleh informasi. Kondisi ini akan memberi peluang yang sangat luas dalam bidang ekonomi. Namun, pilihan ideologi menjadi terbatas, antara pepsi dan cola tulis Friedman. Dampaknya, akan terjadi kesenjangan ekonomi, baik internal suatu negara, regional maupun global. Mengapa ?

Berkat globalisasi, pemain bola basket Chicago Bull pendapatannya mencapai US $40 juta pertahun. Sebabnya, karena T-shirtnya dibeli anak � anak di seluruh dunia, dari Moskow sampai Jakarta. Demikian juga restoran �Mc Donald� . Berapa pajak mereka yang masuk ke kas Negara AS? Sebagian, dibayar oleh anak � anak dari seluruh dunia itu, termasuk Indomesia.

Dengan kenyataan seperti itu, globalisasi bisa merupakan peluang untuk maju, sekaligus mala - petaka, apabila kita tidak dapat mengelola globlasiasi dengan baik. Selain kesenjangan ekonomi yang semakin lebar, ketergantungan pada asing juga akan semakin luas. Sebab, dengan upaya apa pun, dengan prinsip � prinsip globalisasi seperti itu tidak akan mudah bagi negara berkembang memiliki kemampuan daya kompetisi yang seimbang dengan negara maju.

Karena itu, Joseph Stiglitz , mantan penasihat ekonomi presiden Clinton dan pemegang hadiah nobel ekonomi menyarankan, agar negara berkembang menerapkan prinsip � prinsip globalisasi secara bertahap dam memiliki strategi untuk mengelola globalisasi, sehingga dampak negatifnya, khususnya tumbuhnya kesenjangan yang semakin lebar, dapat dieliminir sekecil mungkin.

Dengan kenyataan seperti itu, barangkali ada baiknya kita mencermati apa yang dilakukan negara lain, di dalam mengelola globalisasi, agar tetap eksis dan bahkan dapat berkembang, baik yang dilakukan oleh negara maupun usaha swasta.

Peningkatan daya saing

Dengan kenyataan sebagaimana dikemukakan di atas, kemampuan daya saing setiap bangsa, dan bahkan setiap usaha, adalah syarat utama untuk dapat tetap eksis. Sebagaimana digambarkan oleh Thomas Friedman, yang menggambarkan negara berkembang sebagai the olive tree (pohon zaitun ) dan negara maju sebagai Lexus (nama sebuah merk mobil Jepang) , pohon zaitun itu akan dilindas oleh lexus, apabila tidak memiliki akar yang kuat. Upaya untuk menumbuhkan akar yang kuat, dengan demikian harus pusat perhatian kalau kita hendak mandiri, mencita � citakan perekonomian nasional yang mandiri.

Upaya seperti itu, bisa dilakukan oleh sebuah negara secara mandiri atau bekerja sama dengan negara lainnya. Potensi negara itu merupakan syarat yang sangat penting dalam menumbuhkan daya saing setiap negara.

RRC dan India adalah model negara yang mampu secara mandiri eksis di era globalisasi. Demokrasi di India dan Reformasi di China sejak Deng Xiao Ping melancarkan gagasan reformasinya (1979), telah menempatkan kedua negara itu memiliki potensi perekonomian yang mandiri. Kebijakan Deng Xiao Ping yang membuka perekonomian China, meskipun politik tetap ketat, telah melahirkan pertumbuhan yang tinggi setiap tahun. Pada tahun 2025 atau 2030, apabila pertumbuhan ekonomi tetap tinggi, terkadang di atas 10% pertahun, GDP China sudah akan melampaui GDP AS. Pertanyaan yang selalu timbul mencermati pertumbuhan ekonomi China adalah, mungkinkah model China, terbuka di sektor perekonomian, dengan tetap mempertahankan sistem politik yang ketat itu bertahan? Dari aspek ini, pertumbuhan perekonomian India akan lebih berkelanjutan. Kedua negara itu, mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar, yang tentu saja berarti potensi ekonomi yang sangat besar, setidaknya sebagai pasar barang dan jasa industrinya.

Model kerjasama antar-negara di era globalisasi yang menarik adalah Uni Eropa. Sejak Winston Churchil menyampaikan gagasan perlunya Eropa yang bersatu di akhir perang dunia ke II, Uni Eropa telah menjadi wadah bersatunya 25 negara Eropa. Secara bertahap, Uni Eropa telah memiliki Parlemen Eropa, mata uang Eropa (euro ), membuka batas negara bagi lalu lintas barang, jasa dan warganya, yang tentu saja akan meningkatkan efisiensi dan memperluas pasar bagi jasa dan barang industri setiap negara anggotanya. Sekarang sedang melangkah ke Konstitusi Eropa, yang statusnya di atas Konstirusi masing � masing negara. Meskipun belum seluruhnya dapat diwujudkan, keberadaan Uni Eropa telah berhasil meningkatkan daya saing Eropa dan anggotanya di era globalisasi. Contoh yang kasat mata adalah keberhasilan Airbus industry yang didukung oleh berbagai negara Eropa, telah berhasil mengakhiri dominasi AS dalam industri penerbangan sipil.

Model kerjasama antar-negara, juga tumbuh di kawasan lain, termasuk ASEAN. Motivasi utama adalah kepentingan ekonomi. Meningkatkan efisiensi dan kemampuan daya saing setiap negara dan regional, melalui terbukanya lalu � lintas jasa, barang dan warganya, sehingga membuka peluang perluasan pasar bagi industri setiap negara. Kerjasama antar-negara di satu pihak dan keterbukaan ekonomi antara negara di lain pihak, sudah merupakan kecenderungan dunia. Kalau hapusnya batas regional ternyata mampu menumbuhkan daya saing regional dan negara anggotanya, mengapa tidak diperluas sehingga mendunia (globalisasi), sehingga lahirlah dunia tanpa batas, tanpa sekat batas negara , khususnya di bidang ekonomi?

Fenomena seperti itu, memang lebih cepat ditangkap oleh dunia usaha , dunia swasta, yang tentu saja memiliki daya lentur yang lebih besar dibanding negara. Lahirlah berbagai perusahaan yang melakukan kerjasama operasi, kepemilikan silang bahkan merger. Contohnya antara KLM (maskapai penerbangan / flag carrier Belanda) dan Northwest Airlines (maskapai penerbangan swasta AS) yang melakukan kerjasama operasi. Atau antara Mercedez Benz ( Jerman ) dan Chrysler (Amerika). Tujuannya, adalah efisiensi operasi perusahaan dan perluasan pasar. Demikian juga antar-perusahaan penerbangan anggota Uni Eropa, yang bekerjasama di dalam bidang IT ( information technology ). Dampaknya, juga akan menguntungkan konsumen, yang akan memperoleh barang dan jasa yang lebih murah.

Semua itu disebabkan oleh perkembangan teknologi, yang membuka peluang segala sesuatu, bergerak cepat dan semakin cepat yang memungkinkan efisiensi yang sangat luar biasa. Mau tidak mau, dunia akan semakin padat modal/ capital intensive dan padat teknologi/ technology intensive. Pendekatan padat karya/ labour intensive akan semakin terdesak. Di sinilah banyak negara yang sedang berkembang sering dihadapkan pada masalah yang sangat dilematis.

0 Comments:

Post a Comment



By :
Free Blog Templates