Minggu, 06 November 2011
Beberapa upaya pelestarian budaya Betawi terus dilakukan Pemerintah, seperti membuka cagar budaya, Festival Palang Pintu, dan pendaftaran budaya Betawi sebagai budaya warisan dunia.
Era tahun 80 hingga 90-an warga Jabodetabek, khususnya warga Ibukota Jakarta, mungkin tidak ada yang tidak mengetahui seni budaya ondel-ondel dan lenong sebagai seni budaya leluhur Betawi, suku bangsa penduduk asli Ibukota Jakarta. Namun sebaliknya, di era millenium ketiga ini, mungkin hanya tinggal sedikit orang yang mengenal dan mengetahui soal seni tersebut. Demikian juga halnya dengan budaya Betawi lainnya, kini banyak yang hampir punah seiring perkembangan zaman.
Sebagai ibukota negara, Jakarta yang menjadi pusat perkembangan modernisasi, pusat pembauran sekaligus menjadi pusat perubahan, memang mendapat tantangan ekstra besar dalam pelestarian budaya ini. Seperti dikatakan Ketua III Badan Musyawarah Betawi DKI, Beky Mardani, pelestarian kebudayaan Betawi merupakan permasalahan yang cukup kompleks. Karena, tantangan yang dihadapi bukan hanya pengaruh budaya nasional tapi juga internasional.
Seperti disebutkan di atas, di samping sudah bergeser dari fungsi awal, semakin banyak kebudayaan Betawi yang tidak dapat dinikmati masyarakat saat ini. Seni pertunjukan ondel-ondel misalnya, seni dengan boneka besar setinggi dua meter lebih ini sebenarnya awalnya difungsikan sebagai penolak bala atau gangguan roh halus yang gentayangan. Belakangan, ondel-ondel biasa digunakan untuk menambah semarak pesta-pesta rakyat seperti peresmian gedung baru atau untuk penyambutan tamu terhormat. Kini, seni ini bahkan semakin jarang digelar walau pada pesta rakyat sekalipun.
Seni pertunjukan khas Betawi lain yang dulu sangat terkenal namun kini hanya sesekali ditampilkan adalah Lenong. Lenong merupakan teater tradisional Betawi yang diiringi musik gambang kromong, musik khas Betawi. Lakon atau skenario lenong umumnya mengandung pesan moral, seperti menolong yang lemah, membenci kerakusan dan perbuatan tercela.
Pada mulanya, kesenian ini dipertunjukkan dengan mengamen dari kampung ke kampung. Pertunjukan diadakan di lapangan terbuka tanpa panggung. Ketika pertunjukan berlangsung, salah seorang aktor atau aktris mengitari penonton sambil meminta sumbangan secara sukarela. Dalam perkembangannya, lenong mulai dipertunjukkan atas permintaan pelanggan dalam acara-acara di panggung hajatan seperti resepsi pernikahan. Di awal kemerdekaan, teater rakyat ini pun menjadi tontonan panggung. Namun seperti seni budaya lainnya, lenong kini sudah semakin jarang digelar.
Sebagai suku yang terbuka, beberapa budaya Betawi juga dipengaruhi budaya luar. Musik Betawi misalnya, sudah dipengaruhi budaya Tionghoa. Hal tersebut dapat ditemukan pada penggunaan alat musik khas Tionghoa seperti tehyan, kongahyang, dan sukong.
Tidak hanya seni budaya musik dan tari yang terancam tergerus akibat arus globalisasi. Tapi juga budaya lain seperti pertanian, arsitektur, serta tata cara pernikahan yang disebut Palang Pintu. Kawasan Condet misalnya, daerah yang dahulu dikenal sebagai penghasil salak dan duku, serta wilayah pemelihara terakhir bangunan khas Betawi, kini kondisinya terabaikan. Budaya Palang Pintu juga sedikit banyak telah mengalami penggerusan.
Pemprov DKI Jakarta sendiri sebenarnya telah melakukan berbagai upaya. Salah satunya adalah menetapkan Festival Palang Pintu sebagai festival tahunan yang dilaksanakan di Jalan Kemang Raya. Selain itu, belum lama ini cagar budaya Betawi juga dibuka di Setu Babakan, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Di objek wisata yang bersetting perkampungan Betawi itu, segala macam hal yang identik dengan kebudayaan Betawi, mulai dari seni pertunjukkan seperti tari topeng dan Lenong, adat pernikahan, beragam panganan khas seperti kerak telor, bir pletok serta Roti Buaya yang sering dijadikan hantaran dalam upacara pernikahan, juga dapat ditemui di sini.
Tak ketinggalan seni bela diri, silat Betawi juga ditampilkan di tempat ini. Dalam rangka memperkenalkan kesenian Betawi pada generasi muda, kursus tari tradisional Betawi juga diadakan di sana. Dan untuk program berkelanjutan, pemerintah DKI juga akan memasukkan seni budaya Betawi ke dalam kurikulum sekolah.
Baru-baru ini, upaya melestarikan seni budaya Betawi juga dilakukan Pemerintah DKI Jakarta dengan usaha mematenkan seni budaya Betawi sebagai warisan budaya negara Indonesia, khususnya kota Jakarta. Sebagai langkah awal, Pemprov DKI telah mendaftarkan seni tari Lenong Betawi kepada Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata sebagai salah satu warisan tak benda yang diakui secara internasional. Setelah lulus seleksi nasional, kemudian akan diajukan menjadi salah satu kebudayaan yang akan didaftarkan sebagai warisan budaya tak benda pada United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).
Selain tari Lenong, tari topeng Betawi juga ikut didaftarkan. Tetapi karena tari topeng juga didaftarkan oleh provinsi lain, maka tari itu didaftarkan menjadi tari topeng nasional, bergabung dengan tari topeng dari daerah lainnya.MRA (Berita Indonesia 78)